A.
Pendahuluan
Akhir abad ke 19 merupakan momentum bagi kebangkitan dunia Islam.
Kesadaran ini muncul setelah dunia Islam melihat perputaran roda sejarah
berbalik: dunia Barat maju dan dunia Islam terpuruk, bahkan Islam menjadi bulan-bulanan dunia Barat yang Kristen itu. Dari realitas sejarah ini kemudian
muncul gerakan yang mencoba untuk melakukan otokritik secara kritis dengan cara melakukan evaluasi sebab-sebab terjadinya perputaran roda sejarah
yang berbalik itu.
Menurut
Abdullah (1995:539) gerakan ini lebih mengemuka di hampir dunia Islam pada
abad ke 20 dengan nama gerakan pembaharuan pemikiran Islam. Tema sentral ide
pembaharuan pemikiran dalam Islam di atas terletak pada kata kunci I’adatu
al-Islam, yakni keinginan masyarakat Islam untuk mengembalikan peran
dunia Islam dalam percaturan global peradaban dunia, yang dulu pernah dilakukan
Islam. Salah satuwujud dari I’adatu al-lslam itu adalah lajdid
al-fahm, yakni memperbaharui kembali cara pandang dalam menjawab
problematika yang berkembang dengan kembali kepada al-Quran dan al-Hadis. Tajdid
al-fahm ini dilakukan karena kemunduran dunia Islam diakibatkan
penempatan qaul ulama abad pertengahan dijadikan rujukan utama
dalam menjawab persoalan kontemporer sehingga yang terjadi kemudian adalah
bias-bias dan kekakuan karena qaul itu sendiri muncul dan
dirumuskan berdasarkan setting sosial oleh ulama ketika masih hidup. Adapun
tema sentral gerakan untuk memulihkan dunia Islam adalah pemurnian akidah,
ibadah dan semangat ijtihad di tengah masyarakat singkretik dan masyarakat yang
berorientasi taklid.
Menjamurnya gerakan pembaharuan pemikiran Islam seperti yang berkembang
di dunia Islam di atas juga berkembang di Indonesia yang muncul pada awal abad
ke-20, yang salah satunya adalah Persatuan Islam (PERSIS). Dalammakalah
ini, penulis akan mencoba memaparkan sejarah
berdirinya Persis, arah dan pergerakannya, visi dan misi Persis, serta peran
Persis.
Dalam
makalah ini, penulis memaparkan Persatuan Islam (PERSIS). Mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan pengetahuan
dan pencerahan bagi kita semua. Amin.
B.
Pembahasan
1.
Sejarah
Berdirinya PERSIS
Menurut
Ansori (1958:6) Persatuan Islam (PERSIS), adalah salah satu gerakan pembaharuan
yang berdiri di Bandung pada hari Rabu tanggal 12 September1923 M. / 1 Safar
1342 H., tepatnya di salah satu gang kecil
yang
bernama Pakgade. Di gang ini banyak berkumpul para saudagar, yang
saat itu disebut Urang Pasar. Menurut
Wildan, awal mula pembicaran pendirian PERSIS, didasarkan
pembicaraan awal antara Yusuf Zamzam, Qomaruddin, dan E. Abdurrahman. Berdirinya
organisasi Persatuan Islam bersemboyan kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah,
sebagaimana dijelaskan dalam QS. Ali Imran:103;
وَاعْتَصِمُواْ بِحَبْلِ اللّهِ جَمِيعاً وَلاَ
تَفَرَّقُواْ وَاذْكُرُواْ نِعْمَتَ اللّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَاء
فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَاناً وَكُنتُمْ
عَلَىَ شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ
اللّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ ﴿١٠٣﴾
103. Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan
janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni`mat Allah kepadamu ketika
kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu,
lalu menjadilah kamu karena ni`mat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu
telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya.
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat
petunjuk.
Berdirinya PERSIS juga dimaksudkan membersihkan Islam dari segala
bid’ah, khurafat, shirik.
Organisasi Persatuan Islam pada awal terbentuknya
melalui kenduri-kenduri yang diadakan oleh kelompok para pedagang secara
berkala dari rumah ke rumah anggota kelompok yang berasal dari Pelembang,
mereka hijrah ke Bandung sejak abad 18, antara satu dengan yang lainnya
mempunyai hubungan kekeluargaan, dan perkawinan dan adanya kepentingan bersama
dalam usaha perdagangan serta adanya kontak antara generasi yang datang
kemudian untuk mengadakan studi agama, dan tamu-tamu lainnya yang datang pada
acara tersebut juga berasal dari orang lain di luar perkumpulan peranakan
Palembang, yaitu orang-orang yang ada di sekitar mereka berdagang.
Di antara tokoh-tokoh utama pendiri Persatuan Islam adalah Zamzam
(1894-1952) dan Muhammad Yunus (PP PERSIS No.5/1993:5). Topik
pembicaraan pada saat kenduri yang diadakan itu adalah diskusi-diskusi yang
mengarah pada pendirian PERSIS dan mengupas gagasan-gagasan reformis yang
sangat popular di Sumatera, yaitu yang dimuat di majalah al-Munir, yang terbit
di Padang dan majalah yang bernama al-Manar, majalah ini terbit di Mesir, juga
konflik yang terjadi antara Jami’at al-Khayr dengan al-Irsyad dalam masalah
talafuz, niat dan berbagai persoalan lainnya. Selain itu jama’ah cikal bakal
berdirinya PERSIS juga sangat menaruh perhatiannya terhadap
organisasi-organisasi ke-Islaman lainnya seperti Syarikat Islam, di mana saat
itu mereka sedang mengalami perpecahan akibat pengaruh faham komunis, begitu
pula dengan Syarikat Islam di Bandung resmi menyokong komunis pada kongres
Nasional yang ke-6 di Surabaya pada tahun 1921. Hal ini menjadi
sangat menarik untuk dibicarakan oleh jama’ah cikal bakal berdirinya
PERSIS tersebut, di samping itu kalangan mayoritas kalangan ummat Islam di
Bandung khususnya menjadi sangat resah. Semua berita ini telah dibawa oleh Fakih Hasyim dari Surabaya ke
Bandung
(Noer, 1980).
Dari jama’ah penela’ah tentang Islam, mereka namakan Persatuan Islam.Saat itu
pada setiap jama’ahnya selalu mengadakan hubungan antara satu dengan yang
lainnya, jadi jama’ah tersebut sebenarnya telah terbentuk tanpa hubungan
organisatoris yang resmi atau tanpa peraturan yang resmi, oleh karena itu
didirikanlah secara resmi organisasinya sehingga mempunyai peraturan resmi dan
disusun bersama, kemudian diberi nama dengan Persatuan Islam (PP PERSIS, 2005).
Berdirinya organisasi PERSIS bukan atas dasar kepentingan dari
pendirinya, namun atas dasar syi’ar Islam. Para
pendiri PERSIS mendirikan organisasi karena merasa terpanggil untuk memperbaiki ummat, dan para pendirinya
tidak mendapatkan kepentingan di dalamnya. Berdirinya organisasi PERSIS saat itu hanya bertujuan untuk mengangkat
ummat Islam dari kejumudan berfikir dan ketertutupan pintu ijtihad
(Ansori, 1958).
2.
Pola Pemikiran Tokoh-tokoh Persis
a)
A. Hasan
Menurut Dadan Wildan dalam bukunya yang berjudul “Yang Dai Yang
Politikus” beliau mengatakan bahwa untuk menelusuri perubahan sikap
A.Hassan dalam agama, sukar disimpulkan. Apakah perubahannya itu terjadi di
Surabaya atau di Bandung? Namun, tampaknya perubahan ini terjadi secara
bertahap. Seperti pengaruh keluarga, pengaruh bacaan, dan pengaruh pergaulan.
Selama di Bandung A.Hassan sering mengikuti pengajian-pegajian dalam
lingkungan Persis. Yang pada akhirnya ia memasuki organisasi Persis pada tahun
1926, tiga tahun setelah organisasi itu berdiri -Persis berdiri pada tanggal 26
September 1923. A.Hassan masuk Persis sebenarnya bukan karena ia tertarik
dengan paham-paham Persis, karena justru dialah yang membawa Persis
menjadi gerakan ishlah. Ia sadar bahwa pemikirannya harus
dituangkan dalam sebuah gerakan agar bisa berkembang secara efektif. Maka
nampaklah gabungan antara watak A.Hassan yang tajam dalam berpikir dan ciri
Persis yang Keras. Hasilnya, sebuah gerakan tajdid yang cepat
meluas. Dia telah membawa Persis menjadi organisasi pembaharu yang terkenal
tegas dalam masalah-masalah fiqhiyyah. Di tangannyalah, Persis tampil dengan
corak dan warna baru dalam gerakan pembaharuan pemikiran Islam di Indonesia.
Kiprah A.
Hassan di Persis sejalan dengan “program jihad”
jam’iyyah Persis yang ditujukan terutama pada penyebaran cita-cita dan pemikirannya.
Yakni menegakkan Al-Quran dan Sunnah. Hal tersebut ia lakukan dengan berbagai
aktifitas, antara lain dengan mengadakan tablig-tablig, menyelenggarakan kursus
pendidikan Islam bagi generasi muda, mendirikan pesantren, menerbitkan berbagai
buku, majalah, dan selebaran-selebaran lainnya.Persis benar-benar mendapat
tenaga yang luar biasa dengan keberanian A. Hassan dalam setiap perdebatan,
meskipun kadang-kadang berlangsung sangat keras, namun hal ini menyebabkan
terbukanya pemikiran kritis dalam menghancurkan taqlid dan kejumudan di
kalangan umat Islam.
Masa-masa berikutnya boleh dikatakan perkembangan Persis dengan A.
Hassan menjadi identik. Pandangan-pandangannya memberikan bentuk dan
kepribadian yang nyata, dan dalam waktu yang bersamaan telah menempatkan Persis
dalam barisan “muslim modernis” di Indonesia. A.Hassan dengan Persisnya atau
persis dengan A. Hassannya banyak terlibat dalam berbagai pertukaran pikiran,
dialog terbuka, perdebatan, serta polemik di berbagai media massa.
b)
Mohammad
Natsir: Ulama Politikus
Menurut Dadan Wildan pula dalam bukunya yang berjudul “Yang Dai Yang
Politikus” beliau mengatakan bahwa Muhammad Natsir ini adalah salah satu
dari murid-muridnya A.Hassan yang sering datang ke rumahnya A.Hassan untuk
bertanya dan membahas soal-soal agama Islam. Natsir ini adalah orang yang
terlibat dalam proses kaderisasi di bawah bimbingan A.Hassan.
Oleh karena Natsir ini adalah muridnya A.Hassan, maka ia pun banyak pula
melahirkan karya-karya tulisan. Dalam berbagai tulisannya, Natsir
menempatkan Islam tidak semata-mata suatu agama, tetapi juga suatu “pandangan
hidup” yang meliputi soal-soal politik, ekonomi, sosial, dan kebudayaan.
Baginya, Islam adalah sumber perjuangan, sumber penentangan terhadap segala
bentuk penjajahan, eksploitasi manusia atas manusia, sumber pemberantasan
kebodohan dan kejahilan, sumber pemberantasan kedewaan, juga sumber
pemberantasan kemelaratan dan kemiskinan. Dalam pandangannya, Islam tidak
memisahkan antara keagamaan dan kenegaraan. Islam adalah primer.
Sebagai seorang ulama yang terjun di bidang politik, Kegiatan politik
Muhammad Natsir menonjol sesudah dibukanya kesempatan mendirikan partai politik
pada bulan November 1945. Bahkan ia pun penah menjabat sebagi menteri
penerangan pada Kabinet
Syahrir I dan II (1946-1947) dandalamkabinetHatta 1948.
c)
KH. E.
Abdurrahman:
Peran, kedudukan, dan aktivitas K.H. E. Abdurahman dalam
konteks sejarah pembaharuan Islam di Indonesia, baik dalam kedudukannya sebagai
pemikir, pendakwah maupun pelanjut gerakan tajdid dalam jam’iyyah persis, telah
memberi warna tersendiri. Ia tampil sebagai sosok ulama rendah hati, berwibawa,
dan berwawasan luas. Dengan gaya kepimimpinan yang luwes, ia telah membawa
persis pada garis perjuangan yang berbeda: tampil low profile,
dengan pendekatan persuasif edukatif, tanpa keras namun tetap teguh dalam
prinsip berdasarkan Al-Quran dan Sunnah.
Ustad Abdurahman dikenal sebagai seorang ulama besar, ahli hukum yang
tawadlu. Ia tidak ingin disanjung sehingga tidak banyak dikenal umum.
Penghargaannya terhadap waktu sangat luar biasa. Ia menghabisakan waktunya
menelaah kitab-kitab, mengajar di pesantren, dan hampir setiap malam mengisi
berbagai pengajian.
Dalam penilaian Mohammad Natsir, ustad Abdurahman mempunyai
kelebihan dalam hal kecermatannya ketika menetapkan hukum dari ijtihadnya,
dengan landasan dalil yang selalu kuat dan dapat dipertanggungjawabkan.
Menurutnya ulama seperti ini termasuk langka, bahkan jarang ditemui, bahkan di
luar negri sekalipun.
Dalam aktivitas organisasi di jamiyyah persis, ustad Abdurahman
menunjukan sikap loyal. Ia aktif sebagai anggota persis sejak tahun 1934.
Jabatan dalam jamiyyah yang pertama kali dipegangnya adalah ketua bagian
tabligh dan pendidikan pada tahun 1952. Pada tahun 1953 (pada muktamar persis di
Bandung) ustad Abdurahman terpilih sebagai sekretaris umum pusat pimpinan
persis, mendampingi K.H. Mohammad Isa Anshary sebagai ketua umum.
Pasca mukhtamar VII persis, pada tahun 1962, ustad Abdurrahman terpilih
sebagai ketua umum pusat pimpinan Persis melalui referendum. Periode
kepemimpinan ustad Abdurahman ini merupakan periode kepemimpinan persis ketiga
setelah berakhirnya kepemimipinan K.H. Mohammad Isa Anshary. Periode
kepemimpinan Persis ketiga ini merupakan regerenasi kepemimpinan dari generasi
pertama Persis ke eksponen Pemuda Persis yang merupakan organisasi otonom
persis, tempat pembentukan kader-kader persis. Tampilnya KH.E. Abdurrahman,
Eman sar’an, rusyad nurdin, dan E. Bachrum yang merupakan mantan pimpinan
pemuda persis periode awal, membuktikan adanya pewarisan tongkat estafet
kepemimpinan kepada kelompok muda dari organisasi otonom persis.
Berbagai persoalan mulai muncul pada masa kepemimpinan ustad abdurahman.
Namun masalah yang paling mendasar adalah bagaimana mempertaruhkan eksistensi
persis ditengah gejolak sosial politik yang tidak menentu. Jihad perjuangan
persis dihadapkan pada masalah-masalah pada politik yang beragam. Pembubaran
masyumi oleh soekarno karena dianggap kontra revolusi, dan lepasnya persis
sebagai anggota istimewa Masyumi, serta ancaman akan dibubarkannya Persis oleh
pemerintahan Orde Lama karena tidak memasukan Nasakom dalam Qanun Asasi Persis,
sampai pada meletusnya G.30 S/PKI merupakan masalah politis yang dihadapi pada
masa awal kepemimpinan ustad Abdurahman.
Pada masa kepemimpinan ustad Abdurahman, permaslahan interen organisasi
pun berkembang, terutama setelah terjadinya G.30 S/PKI, karena ada anggota
anggota yang diragukan ittikad baiknya dalam organisasi Persis. Pengawasan
ketat dilakukan. Selain menghendaki dan mengutamakan kualitas pelaksanaan,
pengalaman ajaran agama yang berdasarkan ajaran Al-Quran dan Sunnah, Persis
juga mengutamakan kualitas pelaksanaan disiplin organisasi yang berdasarkan
qanun asasi dan qanun dakhili (anggaran dasar dan anggaran rumah tangga),
peraturan-peraturan, tausiyyah, dan seperangkat tata kerja yang berlaku dalam
organisasi. Meskipun kuantitas tidak diabaikan, ada suatu kekhawatiran jika
jumlah yang banyak hanya menambah beban, seperti buih, tidak memberi manfaat
sebagaimana yang diharapkan, bahkan sebaliknya malah mendatangkan madarat bagi
keutuhan dan tegaknya jamiyyah.
Pengawasan yang ketat inilah yang menjadi ciri khas kepemimpinan ustad
Abdurrahman. Hal itu dilatarbelakangi oleh adanya pemalsuan nama organisasi
Persis untuk keuntungan pribadi, selain karena terputusnya hubungan antara
pusat pimpinan persis dengan cabang-cabang yang ada di sumatera, kalimantan,
dan sulawesi akibat peristiwa G.30S/PKI. Sebagai perbandingan, tahun 1964
terdapat 63 cabang dengan jumlah anggota 7.173 pada tahun 1967 turun menjadi 56
cabang dengan jumlah 4.455 anggota, dan pada tahun 1980 terdapat 81 cabang
dengan jumlah angota hanya 3.717 orang. Ini menunjukan adanya perbedaan yang
mencolok antara jumlah cabang dan banyaknya anggota.
Dalam hal Ini dapat difahami, karena yang menjadi dasar dari ustad
abdurahman sebagai ketua umum pusat pimpinan persis tentang
keangotaan persis berorientasi pada penekanan kualitas bukan kuantitas. Jika
dilihat dari aktifitas organisasinya, pada masa kepemimpin ustad abdurrahaman,
sejak tahun 1962 hingga 1983, menunjukan kecenderungan pada kegiatan-kegiatan
sekitar tabligh dan pendidikan, dari tingkat pusat hingga ke tingkat cabang. Hal ini tidak lepas dari langkah dan kebijakan ustad abdurahman. Menurut
Mohammad Natsir, ustad Abdurrahaman lebih banyak mewarnai arah dan perjuangan
Persis dan tablig-tablig dan pengembangan lembaga-lembaga
pendidiakan (pesantren), sehingga Persis sebagai organisasi masa tidak
memperlihatkan langkah perjuangannya ke arah politik. Ustad Abdurahman dalam
memimpin organisasi Persis lebih mengorientasikan pada “organisasi agama”,
sebab ia mengambil pola kepemimpinan ulama, bukanpolitical leaders.
Pembaharuan Persis sejak awal hingga kepemimpinan ustad Abdurahman yang
menyangkut praktik-praktik peribadatan tertentu, menerut Federspiel memberikan
sumbangan bagi penguatan pemikiran perilaku kaum muslimin Suni di Indonesia.
Penyampaian khotbah dalam bahasa lokal yang dimaksudkan untuk memperdalam
pengetahuan Islam mengenai agama, yang menjadi target para ulama. Pembaharuan
dalam praktik penguburan bertujuan untuk memisahkan kepercayaan dan praktik
Islam yang mendasar dari adat kebiasaan dan ajaran kuno yang telah menjadi
bahan pertentangan dikalangan ulama selama berabad-abad. Tuntutan untuk
membersihkan upacara keagamaan dari praktik yang sebetulnya tidak diperintahkan
dalam Al-Quran dan Sunnah.
Pesis menyatakan bahwa segala suatu diluar masalah ibadat diizinkan oleh
Islam apabila tidak ada larangan secara khusus. Prinsip seperti ini ditafsirkan
secara luas dalam berbagai bidang, misalnya ekonomi, kedokteran, dan ilmu
pengetahuan modern. Bagi Persis, kitab suci merupakan otoritas final menyangkut
apa yang boleh dan tidak boleh diterima.
Bagaimanapun, persis sejak awal berdirinya hingga berada dibawah kepemimpinan
ustad Abdurahman telah memberikan konstribusi yang cukup besar dalam gerakan
pembaharuan Islam di indonesia. Menurut Federspiel, nilai Persis, sebagai suatu
topik bagi penelitian ilmiah, tidak terletak pada organisasinya, karena ia
kecil dan tidak kukuh juga tidak terletak pada partisipasinya dalam kehidupan
politik Indonesia, karena aktifitasnya bersifat insidental dan pinggiran bagi
arus utama perkembangan politik. Walaupun peran persis dalam
pendidikan agama cukup besar terhadap perkembangan umat Islam Indonesia, tetapi
dalam hal pengaruhnya tidak seberapa jika dibandingkan dengan
organisasi-organisasi lain. Begitu pula, usaha-usaha dalam melalui penerbitan
yang dilakukannya, meskipun cukup berpengaruh pada waktu itu, sambutan dari
pembaca dikalangan masyarakat indonesia secara umum masih sedikit.
Meskipun demikian, peran Persis penting dikaji karena ia telah berusaha
mendefinisikan Islam yang sebenarnya, baik dalam segi prinsip dasarnya maupun
dalam hal tuntutan perilaku religius yang tepat bagi umat Islam.
Dalam hal ini, karena usahnaya senantiasa menghadiri berbagai konsep dan
generalisasi yang kabur, ia mirip dengan berbagai konsep gerakan Islam
Indonesia lainnya, yakni dalam hal kesamaan perhatian. Selain itu, peran Persis
terasa penting karena telah memberikan solusi tersendiri bagi persolan besar
yang menghadang umat Islam Indonesia abad 20. Semua usaha Persis itu tentu saja
tidak terlepas dari peran ulamanya, sejak didirikannya oleh H.Zamzam dan H.
Muhamad Yunus, kemudian dikembangkan dengan dasar-dasar doktrinal pada masa
kepemimpinan Isa Anshary, walaupun akhirnya melamah pada masa kepemimpinan
ustad Abdurahman. Dan nampaknya, pada masa kepemimpin ustad Abdurahman inilah
persis kembali pada garis perjuangannya: tablig dan pendidikan berdasarkan
Al-Quran Dan Sunnah.
Terhadap kepemimpinan ustad Abdurahman ini, Surya Negara pernah
memberikan penilaian: Pertama, ustad Abdurahman sebagai
pemegang amanah, ia telah berusaha menyebrangkan persis di tengah badai Nasakom
dengan gaya dan cara mempertahankan eksistensi dengan mewujudkan dan
melesterikan amanah para pendiri dan pendahulu persis sebagai organisasi
dakwah. Kedua, ustad Abdurahman sebagai “penyelamat” Persis ia
tidak berpartisispasi menerima Nasakom pada masa Orde Lama, padahal organisasi
lain membuka diri tanpa reserve sebagai pendukung Nasakom. Ketiga, ustad
Abdurahman lebih memilih intensifikasi dan konsolidasi ke dalam organisasi
Persis daripada ekstensifikasi yang melemahkan kontrol organisasi. Keempat,ustad
Abdurahman menampilkan sikap kepemimpinan yang istiqamah, mempertahankan Persis
sebagai organisasi dakwah, dan tidak membenarkannya berganti nama atau busana,
ia lebih mengutamakan Persis sebagai organisasi kualitas yang berpengaruh
besar.
Dalam konteks sejarah pembaharuan Islam di Indonesia kepemimpinan ustad
Abdurahman dalam jam’iyyah Persis lebih cenderung memperkuat peran, fungsi, dan
kedudukan Persis sebagai organisasi yang berjaung mengembalikan umat kepada
Al-Quran Dan Sunnah sejak generasi awal melalui pendidikan, dakwah tablig, dan
publikasi atau penerbitan yang terbatas. Nilai Persis memang bukan terletak
pada organisasinya, tetapi pada upaya penyebaran pahamnya; yang diakui atau
tidak telah menembus batas-batas organisasinya sendiri_organisasinya tidak
dikenal luas tetapi pahamnya telah menembus batas-batas kekakuan dan kekaburan
pemahaman keislaman di Indonesia.
3.
Visi Misi dan Tujuan
PERSIS
a)
Visi, yaitu terwujudnya al-Jamaah sesuai tuntutan
Alquran dan Sunah.
b)
Misi, yaitu: (1) mengembalikan umat kepada Alquran dan Sunah; (2) menghidupkan ruh al-jihad, ijtihad dan tajdid; (3) mewujudkan Mujahid, Mujtahid, dan Muwahid; dan (4) meningkatkan kesejahteraan umat
(PERSIS PRESS, 2005:25).
c)
Tujuan, yaitu terlaksananya syariat Islam berlandaskan
Alquran dan Sunah secara kâffatdalam segala aspek kehidupan (Ansori, 1958).
4.
Arah dan
Pergerakan PERSIS
Organsisasi
PERSIS, di awal berdirinya sudah menampakkan perbedaan coraknya dengan kelompok
pergerakan lainnya, dan berdirinya PERSIS dititikberatkan pada pembentukan
faham keagamaan, sedangkan kelompok-kelompok pergerakan yang telah
diorganisasikan, misalnya Budi Utomo, yang didirikan pada tahun 1908,
pergerakannya dengan menitikberatkan pada bidang pendidikan bagi orang-orang
pribumi (khususnya orang-orang jawa), sementara itu, Syarikat Islam yang
didirikan pada tahun 1912, organisasi ini bergerak dalam bidang perdagangan dan
politik, dan Muhammadiyah yang berdiri pada tahun 1912, gerakan organisasi ini
dikhususkan bagi kesejahteraan sosial masyarakat muslim dan kegiatan pendidikan
keagamaan.
PERSIS juga tidak banyak menekankan pengembangan jumlah anggotanya,
tetapi PERSIS masih tetap sebuah organisasi yang relatif kecil dengan struktur
yang longgar. sedangkan popularitas PERSIS dapat dirasakan dibeberapa tempat,
dan hal ini nampaknya terlihat pada bidang pendidikan agama yang ditawarkannya,
masjid-masjid, sikapnya yang jelas terhadap isu-isu controversial, serta pada
kontak social dan perhelatan yang diorganisasikan oleh para aktifisnya melalui
berbagai macam pertemuan, pengajian dan perdebatan, karena itu reputasi PERSIS
tidak banyak bergantung pada prestasi-prestasi organisasionalnya, akan tetapi
lebih karena kemampuannya dalam menciptakan sebuah kesetiakawanan, sebuah ciri
khas, sebuah pandangan, sebuah idiologi yang memandang Islam sebagai inti
kehidupan, dengan menggantungkan secara langsung segala macam persoalan pada
pendirian itu.
Dalam perkembangan selanjutnya perjuangan PERSIS memiliki dua macam,
yaitu: pertama: perjuangan kedalam, yang secara aktif membersihkan Islam dari
faham-faham yang tidak berdasarkan al-Qur’an dan Hadits , terutama yang
menyangkut masalah akidah dan ibadah serta menyeru ummat Islam supaya berjuang
atas dasar al-Qur’an dan Sunnah . kedua: perjuangan keluar, yang secara aktif
menentang dan melawan setiap aliran dan gerakan anti Islam yang hendak merusak
dan menghancurkan Islam di Indonesia, karena itulah segala aktifitas dan
perjuangannya ditekankan pada usaha menyiarkan, menyebarkan dan menegakkan
faham al-Qur’an dan Sunnah . Dengan demikian, usaha mengembangkan organisasi
tidak mendapat perhatian yang wajar, disamping tidak diniatkan, dan PERSIS
hanya mencari kwalitas bukan kwantitas, PERSIS mencari isi bukan mencari jumlah
(Ansori, 1958).
5.
Peran PERSIS
Pada dasarnya, perhatian Persis ditujukan terutama pada penyebaran faham Al-Qur’an dan sunah. Hal ini dilakukan melalui berbagai aktivitas, diantaranya
dengan mengadakan pertemuan-pertemuan umum, tabligh, khutbah, kelompok studi,
tadarus, pendirian sekolah-sekolah ( pesantren ), penerbitan majalah-majalah
dan kitab-kitab, serta berbagai aktivitas keagamaan lainnya (Hanun,
1992:167).
Dalam bidang pendidikan, pada 1924 diselenggarakan kelas pendidikan
akidah dan ibadah bagi orang dewasa. Pada 1927, didirikan lembaga pendidikan
kanak-kanak dan Holland Inlandesch School ( HIS ) yang merupakan proyek lembaga
Pendidikan Islam (Pendis) di bawah pimpinan Mohammad Natsir. Kemudian, pada 4
Maret 1936, secara resmi didirikan Pesantren Persis yang pertama dan diberi
nomor satu di Bandung.
Menurut
Noer (1998:38-69) dalam bidang penerbitan (publikasi), Persis banyak
menerbitkan buku-buku dan majalah-majalah, diantaranya majalah Pembela Islam (1929), Al-Fatwa (1931), Al-Lissan (1935), At-Taqwa (1937), majalah
berkala Al-Hikam (1939),
Aliran Islam (1948), Risalah (1962), Pemuda Persis Tamaddun (1970),
majalah berbahasa Sunda Iber (1967),
dan berbagai majalah ataupun siaran publikasi yang diterbitkan oleh
cabang-cabang Persis di berbagai tempat. Beberapa
di antara majalah tersebut saat ini sudah tidak diterbitkan lagi.
Melalui penerbitan inilah, Persis menyebarluaskan pemikiran dan ide-ide
mengenai dakwah dan tajdid. Bahkan, tak jarang di antara para dai ataupun
organisasi-organisasi keislaman lainnya menjadikan buku-buku dan
majalah-majalah terbitan Persis ini sebagai bahan referensi mereka.
Gerakan dakwah dan tajdid Persis juga dilakukan melalui serangkaian
kegiatan khutbah dan tabligh yang kerap digelar di daerah-daerah, baik atas
inisiatif Pimpinan Pusat Persis, permintaan dari cabang-cabang, undangan dari
organisasi Islam lainnya, maupun atas permintaan masyarakat luas.
Pada masa Ahmad Hassan, guru
utama Persis, kegiatan tabligh yang digelar Persis tidak hanya bersifat ceramah,
tetapi juga diisi dengan menggelar perdebatan tentang berbagai masalah
keagamaan. Misalnya, perdebatan Persis dengan Al-Ittihadul Islam di Sukabumi pada
1932, kelompok Ahmadiyah (1933), Nahdlatul Ulama (1936), kelompok Kristen,
kalangan nasionalis, bahkan polemik yang berkepanjangan antara Ahmad Hassan dan
Ir Soekarno tentang paham kebangsaan.
Sepeninggal Ahmad Hassan, aktivitas dakwah dengan perdebatan ini mulai
jarang dilakukan. Persis tampaknya lebih menonjolkan sikap low profile sambil tetap melakukan
edukasi untuk menanamkan semangat keislaman yang benar. Namun, bukan berarti
tidak siap untuk berdiskusi dengan kelompok yang memiliki pandangan berbeda
dalam satu bidang tertentu. Jika dibutuhkan, Persis siap melakukan gebrakan
yang bersifat shock therapy.
Di pengujung abad ke-20, aktivitas Persis meluas ke aspek-aspek lain.
Orientasi Persis dikembangkan dalam berbagai bidang yang menjadi kebutuhan
umat. Mulai dari bidang pendidikan (tingkat dasar hingga pendidikan tinggi),
dakwah, bimbingan haji, zakat, sosial, ekonomi, perwakafan, dan lainnya.
Dalam perkembangannya, sejak tahun 1963, Persis mengoordinasi
pesantren-pesantren dan lembaga-lembaga pendidikan yang tersebar di
cabang-cabang Persis. Hingga Muktamar II di Jakarta tahun 1995, Persis tercatat
telah memiliki 436 unit pesantren dari berbagai tingkatan. Selain
itu, Persis pun menyelenggarakan bimbingan jamaah haji dan umrah dalam kelompok
Qornul Manazil, mendirikan beberapa bank Islam skala kecil ( Bank Perkreditan
Rakyat / BPR ), mengembangkan perguruan tinggi, mendirikan rumah yatim dan
rumah sakit Islam, membangun masjid, seminar, serta lainnya.[14]
Dalam bidang organisasi, Persis membentuk Dewan Hisbah sebagai lembaga
tertinggi dalam struktur organisasi. Dewan Hisbah ini difungsikan untuk meneliti
masalah-masalah yang membutuhkan keputusan hukum,[15] dan
sebagai Dewan Peneliti Hukum Islam sekaligus sebagai pengawas pelaksanaannya di
kalangan anggota Persatuan Islam,[16] dan
bertanggungjawab kepada Allah SWT dalam setiap kinerja dan keputusan-keputusan
hukum yang difatwakannya.
6.
Persis Masa Kini
Pada masa
kini Persis berjuang menyesuaikan diri dengan kebutuhan umat pada masanya yang
lebih realistis dan kritis. Gerak perjuangan Persis tidak terbatas pada
persoalan persoalan ibadah dalam arti sempit, tetapi meluas kepada
persoalanpersoalan strategis yang dibutuhkan oleh umat Islam terutama pada
urusan muamalah dan peningkatan pengkajian pemikiran keislaman.
Dibawah
kepemimpinan KH. Shiddiq Amien, anggota dan simpatan Persis beserta otonomnya
tercatat kurang lebih dari 3 juta orang yang tersebar di 14 propinsi dengan 7
Pimpinan Wilayah, 33 Pimpinan Daerah, dan 258 Pimpinan Cabang. Bersama lima
organisasi otonom Persis, yakni Persatuan Islam Istri, (Persistri) Pemuda
Persis, Pemudi Persis, Himpunan Mahasiswa (HIMA) Persis, dan Himpunan Mahasiswi
(Himi) Persis, aktifitas Persis telah meluas ke dalam aspekaspek lain tidak
hanya serangkaian pendidikan, penerbitan dan tabligh, akan tetapi telah meluas
ke berbagai bidang garapan yang dibutuhkan oleh umat Islam melalui bidang
pendidikan (pendidikan dasar/menengah hingga pendidikan tinggi), da'wah,
bimbingan haji, perzakatan, sosial ekonomi, perwakafan, dan perkembangan fisik
yakni pembangunanpembangunan masjid dengan dana bantuan kaum muslimin dari
dalam dan luar negri, menyelenggarakan seminarseminar, pelatihanpelatihan,
dan diskusi (halakoh) pengkajian Islam. Demikian pula fungsi Dewan Hisbah
sebagai lembaga tertinggi dalam pengambilan keputusan hukum Islam di kalangan
Persis serta Dewan Hisab dan Dewan Tafkir semakin ditingkatkan aktifitasnya dan
semakin intensif dalam penelaahan berbagai masalah hukum keagamaan, perhitungan
hisab, dan kajian sosial semakin banyak dan beragam.
7.
Pendidikan Persis
Kontemporer
Menurut Bactiar pendidikan Persis dulu
dan sekarang itu perbedaannya adalah dari segi kuantitasnya saja. Kalau dahulu
lembaganya hanya satu, sekarang itu sudah banyak. Ada pun dari segi kurikulum,
sebenarnya yang dilakukan Persis itu adalah membuat revolusi yaitu mencoba
ingin santri itu jangan hanya tahu kitab saja. menjembatani antara pendidikan
Barat dan pesanten kobong. Maka sejak pertama didirikan Pesantren Persis tahun
1936, maka dasar dari komposisi kurikulum, pelajarannya adalah 80% pelajaran
agama, 20% pelajaran umum. Bahkan Pendis (Pendidikan Islam) pun “sekolah umum”
komposisi kurikulum pelajarannya 70% pelajaran agama, 30% pelajaran umum.
Kemudian yang menjadi
kekurangan atau berubah belakangan sampai tahun 2000-an dari Pesantern Persis
itu adalah SDM (sumber daya manusia). Penyebabnya adalah kuantitas pesantren
persis semakin banyak, SDM pun dibutuhkan banyak. Oleh karena pesantren itu
harus terus berjalan, SDM tidak ada, yang pada akhirnya dengan kondisi seadanya
pula. Jadi yang menjadi problem itu adalah guru, maksudnya antara guru dengan
bidang studi yang diampu itu terkadang tidak sesuai, seperti harus mengajar
tafsir-hadits tapi guru tersebut tidak bisa bahasa Arab, makanya terpaksa harus
menggunakan buku-buku terjemahan bahkan sampai menggunakan buku-buku yang
terbitan dari Depag.
Hal tersebutlah yang
menyebabkan degradasi. Karena semangat mengembangkan pesantren tidak diimbangi
dengan semangat penyiapan SDMnya yang terkontrol sehingga bisa terus mengajar
sesuai dengan keahlian guru tersebut. Itulah yang menyebabkan penurunan
kualitas, sebab murid itu tergantung dari guru. Kalau gurunya bagus, murid pun
akan bagus. Tetapi kalau sebaliknya, mungkin hal itu pula yang akan terjadi
pada muridnya.
Kalau berbicara
mengenai perbaikan kualitas, yang pertama harus diperbaiki itu adalah SDM. Dan
nantinya baik materi pelajaran ataupun kurikulum itu akan mengikuti. Seperti
dalam rumus pendidikan yang mengatakan “Guru itu lebih penting dari pada materi
pelajaran”, sebab materi pelajaran itu semua tergantung gurunya. Sebab guru itu
ia yang akan mengarahkan murid akan dibawa kemana. Jadi central perubahan murid
itu ada di guru.
C.
Kesimpulan
PERSIS, adalah salah satu gerakan pembaharuan yang didirikan oleh Yusuf Zamzam, Qomaruddin, dan E. Abdurrahman. Organisasi Persatuan Islam ini,
bersemboyan “kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah dengan maksud membersihkan
Islam dari segala bid’ah, khurafat, shirik. Berdirinya organisasi PERSIS
bertujuan untuk mengangkat ummat Islam dari kejumudan berfikir dan ketertutupan
pintu ijtihad.
Pada dasarnya, perhatian Persis ditujukan terutama pada penyebaran faham
Alquran dan sunah. Hal ini dilakukan melalui berbagai aktivitas, di antaranya
dengan mengadakan pertemuan-pertemuan umum, tabligh, khutbah, kelompok studi,
tadarus, pendirian sekolah-sekolah (pesantren), penerbitan majalah-majalah dan
kitab-kitab, serta berbagai aktivitas keagamaan lainnya.
Peran persis sebagai salah satu organisasi Islam sangatlah besar,
misalnya dalam bidang pendidikan, ialah dengan menyelenggarakan kelas
pendidikan akidah dan ibadah bagi orang dewasa. Persis juga mendirikan lembaga
pendidikan kanak-kanak dan Holland Inlandesch School (HIS) yang merupakan
proyek lembaga Pendidikan Islam (Pendis). Kemudian, pada 4 Maret 1936, secara
resmi Persis mendirikan Pesantren Persis yang pertama dan diberi nomor satu di
Bandung. Dalam perkembangannya, Persis mengoordinasi pesantren-pesantren dan
lembaga-lembaga pendidikan yang tersebar di cabang-cabang Persis. Dalam bidang penerbitan, Persis banyak menerbitkan buku-buku dan
majalah-majalah. Melalui penerbitan ini, Persis menyebarluaskan pemikiran dan
ide-ide mengenai dakwah dan tajdid.
Perkembangan selanjutnya, aktivitas Persis meluas ke aspek-aspek lain.
Orientasi Persis dikembangkan dalam berbagai bidang yang menjadi kebutuhan
umat. Mulai dari bidang pendidikan (tingkat dasar hingga pendidikan tinggi),
dakwah, bimbingan haji, zakat, sosial, ekonomi, perwakafan, dan lainnya.
Demikian makalah yang dapat penulis paparkan, semoga bermanfaat. Kritik dan
saran penulis harapkan, guna untuk perbaikan dan penyempurnaan.
DAFTAR PUSTAKA
Anshori, M. Isa.1958. Menifes Perjuangan Persaatuan Islam. Bandung: Pasifik.
Abdullah,
Amin. 1995. Telaah Hermenetis terhadap Masyarakat Muslim Indonesia, dalam
Muhammad Wahyuni Nafis, dkk., Kontekstnalisasi Ajaran Islam: 70
Tahun Prof. Dr. Munawir Sjadzali. Jakarta: Paramadina.
Asrohah, Harun.
1999. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Logos.
Djamaluddin,
dkk. 1998. Kapita Selekta Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka
Hanun,
Asrohah. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Logos
Wacana Ilmu.
Hasan,
A. 2004. Tafsir Al-Qur’an. Surabaya: Al-Ikhwan.
Noer, Deliar. 1980. Gerakan Moderen Islam di Indonesia, 1900-1942. Jakarta:
LP3ES.
PP PERSIS,1993. Persis Dalam Pentas Sejarah Islam
Indonesia”, dalam Risalah, Nomor 5 Tahun XXXI.
Pusat Pimpinan Persatuan Islam, Tafsir Qanun
Asasi dan Qanun Dakhili Persatuan Islam, PP. PERSIS, Persatuan Islam,
Bandung, 2005.
Qanun Asasi- Qanun Dakhili, Penjelasan Qanun
Asasi-Qanun Dakhili Pedoman Kerja Program Jihad 2005-2010 Persatuan Islam.
PERSIS Press, Bandung, 2005.
Republika, Islam
Digest, Ahad, 3 Oktober 2010 / 24 Syawal 1431 H.
Setia, Zuhairi
dkk. 1997. Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara.
Wildan,
Dadan. PERSIS Dalam Pentas Sejarah Islam. Bandung.
0 komentar:
Posting Komentar