Minggu, 14 April 2019

SEJARAH PERADABAN ISLAM PADA MASA NABI MUHAMMAD SAW

A.      Kondisi Masyarakat Arab Sebelum Kehadiran Nabi Muhammad SAW.
Menurut bahasa, Arab artinya padang pasir, tanah gundul yang gersang yang tiada air dan tanaman. Jazirah Arab terletak di antara benua Asia dan Afrika. Sebalah barat daerah Arab dibatasi oleh teluk Persia dan laut Oman atau sungai-suangai Daljah (Tigris) dan Furrat (Euphraat). Sebelah selatan dibatasi oleh lautan Hindia dan sebelah utara oleh Sahara Tiih yaitu lautan pasir yang ada di antara negeri Syam dan sungai Furrat. Sebagian besar daerah Jazirah adalah padang pasir sahara yang terletak di tengah dan memiliki keadaan dan sifat yang berbeda-beda, karena itu ia bisa dibagi menjadi tiga bagian, pertama. Sahara Langit memanjang 140 mil dari utara ke selatan dan 180 mil dari timur ke barat, disebut juga Sahara Nufud. Oase dan mata air jarang, tiupan angin seringkali menimbulkan kabut debu yang mengakibatkan daerah ini sukar ditempuh. Kedua, Sahara Selatan yang membentang menyambung Sahara Langit ke arah timur sampai selatan Persia. Hampir seluruhnya merupakan dataran keras, tandus dan pasir bergelombang. Daerah ini juga disebut dengan al-Rub’ al-Khali (bagian sepi). Ketiga. Sahara Harrat, suatu daerah yang terdiri dari tanah liat yang berbatu hitam bagaikan terbakar. Gugusan batu-batu hitam itu menyebar diseluruh Sahara ini, seluruhnya mencapai 29 buah, Itulah sebabnya daerah Arab ini terkenal sebagai pulau dan dinamakan Jaziratul-Arabiyyah.
Bangsa Arab terdiri dari berbagai suku bangsa yang tersebar di seluruh Jazirah Arabia. Mereka kebanyakan mendiami wilayah pinggir Jazirah, dan sedikit yang tinggal di pedalaman. Pada masa dahulu tanah Arab itu dapat dibagi menjadi tiga bagian:
1.      Arab Petrix atau Petraea, yakni wilayah yang terletak di sebelah barat daya gurun Syria, dengan Petra sebagai pusatnya.
2.      Arab Diserta atau gurun Syria yang kemudian dipakai untuk menyebut seluruh Jazirah Arab karena tanahnya yang subur.
3.      Arab Felix, wilayah hijau (Green Land), yakni wilayah yangberbahagia (Happy Land), yakni wilayah Yaman yang memiliki kebudayaan maju dengan kerajaan Saba’ dan Ma’in.
Bangsa Arab itu dibagi menjadi dua, yaitu Qahtan dan Adnan. Qahtan semula berdiam di Yaman, namun setelah hancurnya bendungan Ma’rib sekitar tahun 120 SM, mereka bermigrasi ke utara dan mendirikan kerajaan Hirah dan Gassan. Sedangkan Adnan adalah keturunan Ismail ibn Ibarahim, yang banyak mendiami Arab dan Hijaz. Bangsa Arab telah dapat mendirikan kerajaan, diantaranya adalah Saba’, Ma’in dan Qutban serta Himyar, semuanya di Yaman. Di utara Jazirah berdiri kerajaan Hirah (Manadirah) dan Gassan (Gassasinah). Hijaz menunjukkan wilayah yang tetap merdeka sejak dahulu karena miskin daerahnya, namun terdapat tempat suci, yakni Makkah yang didalamnya berdiri Ka’bah dan terdapat sumur Zamzam. Di kawasan itu juga terdapat Yasrib yang merupakan daerah subur sejak dahulu.
Makkah yang pada mulanya hanya sebagai persinggahan kafilahkafilah yang lewat. Nabi Ibrahim as. yang pertama kali menjadikannya sebagai tempat pemukiman istri beliau, Hajar, bersama putranya Isma’il. Qushai (kakek Nabi Muhammad saw, yang keempat) yang berjasa menjadikan kota Mekkah sebagai tempat permukiman masyarakat melalui upayanya menghimpun sukunya untuk bermukim disana tanpa menghalangi suku-suku lain untuk bermukim. Qushai menetapkan bahwa semakin tinggi kedudukan satu suku, maka semakin berhak anggotanya untuk mendiami lokasi terdekat ke Ka’bah. Karena itu, suku Quraisy menempati lokasi-lokasi tersebut. Di samping masyarakat Arab, di Mekkah ketika itu bermukim juga aneka keluarga non-Arab. Mekkah merupakan wilayah suci. Di sana ada tanda-tanda yang merupakan petunjuk tentang batas-batas suci itu. Karena kesucian dan kewajiban menghormatinya, ia dinamai Tanah Haram sehingga di wilayah itu tidak diperkenankan pertumpahan darah atau gangguan/penganiayaan, baik terhadap manusia, binatang, bahkan tumbuhtumbuhan. Ketetapan ini diyakini masyarakat Arab sebelum kehadiran Islam dan oleh seluruh kaum Muslim setelah kedatangan Islam berdasarkan ketetapan Allah melalui Nabi Ibrahim as yang kemudian dikukuhkan oleh Nabi Muhammad saw adalah sebuah kota yang sangat penting dan terkenal di antara kota-kota di negeri Arab, baik karena tradisinya maupun karena letaknya. Kota ini dilalui jalur perdagangan yang ramai, menghubungkan Yaman di sebelah selatan dan Syria di sebelah utara. Dengan adanya Ka’bah di tengah kota, Makkah menjadi pusat keagamaan Arab. Ka’bah adalah tempat mereka berziarah. Di dalamnya terdapat 360 berhala, mengelilingi berhala utama Hubbal. Hubbal adalah patung yang paling diagungkan selain patung-patung lainnya seperti Manah, Al Lata dan Al Uzza.
Bangsa Arab sebelum Islam biasanya disebut Arab Jahiliyah, bangsa yang belum berperadaban, bodoh, tidak mengenal aksara. Sebutan itu tidak perlu menyebabkan kita berkesimpulan bahwa tidak seorang pun dari penduduk Jazirah Arab yang mampu membaca dan menulis, karena beberapa orang sahabat Nabi Muhammad SAW diketahui sudah mampu membaca dan menulis sebelum mereka masuk Islam. Baca tulis waktu itu belum menjadi tradisi, tidak dinilai sebagai sesuatu yang penting, tidak pula menjadi ukuran kepandaian dan kecendikiaan. Kaum Quraisy sendiri sebagai bangsawan di kalangan bangsa Arab hanya memiliki 17 orang yang pandai baca tulis. Suku Aus dan Khazroj penduduk Yatsrib (Madinah) hanya memiliki 11 orang yang pandai membaca. Hal ini menyebabkan bangsa Arab sedikit sekali mengenal ilmu pengetahuan dan kepandaiaan lainnya, hidup mereka mengikuti hawa nafsu, judi, berpecah belah, saling berperang, satu dengan yang lain, yang kuat menguasai yang lemah, wanita tidak ada harganya. Keistimewaan mereka hanyalah ketinggian dalam bidang syairsyair jahili yang disebarkan secara hafalan saja.

B.       Riwayat Hidup Nabi Muhammad SAW
Kebangkitan Nabi Muhammad SAW
Nabi Muhammad SAW dilahirkan pada tanggal 20 April 571 M. Ketetapan ini sebagaimana dikemukakan oleh berbagai sumber berita Arab, yakni pada tahun yang dikenal dengan sebutan tahun Gajah, yakni tahun saat Abraham al-Asyram berusaha menyerang Makkah dan mnghancurkan Ka’bah. Allah lalu menggagalkannya dengan mukjizat yang mengagumkan, sebagaimana diceritakan di dalam al-Quran. Menurut riwayat yang paling kuat, kelahiran Nabi Muhammad SAW jatuh pada hari senin malam, 12 Rabi’ul Awwal. Beliau lahir dari keluarga miskin secara materi namun berdarah ningrat dan terhormat. Ayahnya bernama Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab. Dikisahkan, bahwa anak-anak Hasyim ini adalah keluarga yang berkedudukan sebagai penyedia dan pemberi air minum bagi para jamaah haji yang dikenal dengan sebutan Siqayah Al Hajj. Sedangkan ibunda Nabi Muhammad Saw adalah Aminah binti Wahab, adalah keturunan Bani Zuhrah. Kemudian, nasab atau silsilah ayah dan ibunda Nabi bertemu pada Kilab ibn Murrah. Pada waktu lahir Nabi Muhammad SAW dalam keadaan yatim karena ayahnya Abdullah meninggal dunia tiga bulan setelah dia menikahi Aminah. Nabi Muhammad kemudian diserahkan kepada ibu pengasuh, Halimah Sa’diyyah. Dalam asuhannyalah Nabi Muhammad SAW dibesarkan sampai usia empat tahun.
Setelah kurang lebih dua tahun berada dalam asuhan ibu kandungnya. Ketika usia enam tahun Nabi Muhammad SAW menjadi yatim piatu. Setelah Aminah meninggal, Abdul Muthalib mengambil alih tangguang jawab merawat Nabi Muhammad SAW. Namun, dua tahun kemudian Abdul Muthalib meninggal dunia karena renta. Tanggung jawab selanjudnya beralih kepada pamannya, Abu Thalib. Seperti juga Abdul Muthalib, dia juga sangat disegani dan dihormati orang Quraisy dan penduduk Makkah secara keseluruhan, tetapi dia miskin.
Dalam usia muda Nabi Muhammad SAW hidup sebagai penggembala kambing keluarganya dan kambing penduduk Makkah. Melalui kegiatan penggembalaan ini dia menemukan tempat untuk berfikir dan merenung. Pemikiran dan perenungan ini membuatnya jauh dari segala pemikiran nafsu duniawi, sehingga dia terhindar dari berbagai macam noda yang dapat merusak namanya, karena itu sejak muda dia sudah dijuluki al-amin, orang yang terpercaya. Nabi Muhammad SAW juga seorang laki-laki yang berbakat dalam bidang keagamaan. Dalam usianya sebelum masa turun wahyu ia suka mengasingkan diri pada sebuah pegunungan di luar kota Makkah untuk berdoa dalam keheningan.
Pada usia 25 tahun, Nabi Muhammad SAW ikut berdagang ke Syam, menjual barang milik Khadijah, seorang wanita terpandang dan kaya raya. Dia biasa menyuruh orang untuk menjualkan barang dagangannya dengan membagi sebagian hasilnya kepada mereka. Ketika Khadijah mendengar kabar tentang kejujuran perkataan beliau, kredibilitas dan kemuliaan ahlak serta keuntungan dagangannya melimpah, Khadijah tertarik untuk menikahinya. Yang ikut hadir dalam acara pernikahan itu adalah Bani Hasyim dan para pemuka Bani Mudhar.
Pada awal turunnya wahyu pertama Nabi Muhammad SAW mulai berdakwah mengajarkan Islam secara sembunyi-sembunyi, mengingat sosial politik pada waktu itu belum stabil, dimulai dari dirinya sendiri dan keluarga dekatnya. Mula-mula Nabi mengajarkan kepada istrinya khadijah untuk beriman kepada Allah, kemudian di ikuti oleh anak angkatnya Ali ibn Abi Thalib (anak pamannya) dan Zaid ibn Haritsah (seorang pembantu rumah tangganya yang kemudian diangkat menjadi anak angkatnya). Kemuadian
sahabat karibnya Abu Bakar Siddiq. Secara berangsur-angsur ajakan itu diajarkan secara meluas, tetapi masih terbatas di kalangan keluarga dekat dari suku Quraisy saja, seperti Usman ibn Affan, Zubair ibn Awam, Sa’ad ibn Abi Waqas, Abdurrahman ibn Auf, Thalhah ibn Ubaidillah, Abu Ubaidillah ibn Jahrah, Arqam ibn Arqam, Fatimah binti Khattab, Said ibn Zaid dan bebrapa orang lainnya, mereka semua disebut Assabiquna al-Awwalun, artinya orang-orang yang pertama masuk Islam. Islam lahir ditengah-tengah masyarakat dengan membawa undang-undang baru sebagai pedoman dasar tentang ketauhitan dan kemasyarakatan, bagi pengaturan tingkah laku manusia dalam kehidupan dan pergaulannya. Selanjutnya pedoman dasar tersebut menjadi pijakan bagi pengembangan sistem sosial, ekonomi, politik dan budaya.
Langkah dakwah seterusnya yang diambil Nabi Muhammad SAW adalah menyeru masyarakat umum. Nabi mulai menyeru segenap lapisan masyarakat kepada Islam dengan terang-terangan, baik golongan bangsawan maupun hamba sahaya. Mula-mula Nabi menyeru penduduk Makkah, kemudian penduduk negeri-negeri lain. Di samping itu, Nabi juga menyeru orang-orang yang datang ke Makkah, dari berbagai negeri untuk mengerjakan haji. Kegiatan dakwah dijalankannya tanpa mengenal lelah. Dengan usahanya yang gigih, hasil yang diharapkan mulai terlihat. Jumlah pengikut Nabi Muhammad SAW yang tadinya hanya belasan orang, makin hari makin bertambah. Mereka terutama terdiri dari kaum wanita, budak, pekerja, dan orang-orang yang tak punya. Mekipun kebanyakan mereka adalah orang-orang yang lemah, namun semangat mereka sungguah membaja.
Ketika gerakan Nabi Muhammad SAW makin meluas, jumlah pengikutnya bertambah banyak dan seruannya semakin tegas dan lantang, bahkan secara terang-terangan mengecam agama berhala dan mencela kebodohan nenek moyang mereka yang memuja-muja berhala itu. Orang-orang Quraisy terkejut dan marah. Mereka bangkit menentang dakwah Nabi Muhammad SAW dan dengan berbagai macam cara berusaha menghalanghalanginya. Kebencian musyrikin Quraisy terhadap Nabi Muhammad SAW makin meningkat manakala mereka menyaksikan penganut Islam terus bertambah. Tidak hanya penghinaan yang ditimpakan kepada Nabi Muhammad SAW melainkan juga rencana pembunuhan yang disusun oleh Abu Sufyan. Kegagalan musyrikin Quraisy menghentikan dakwah Nabi Muhammad SAW dikarenakan Nabi Muhammad SAW dilindungi oleh Bani Hasyim dan Bani Muthalib. Menyadari hal itu musyrikin Quraisy memboikot kedua keluarga besar pelindung Nabi itu. Belum sembuh kepedihan yang dirasakan Nabi Muhammad SAW akibat pemboikotan itu, Abu Thalib (paman nabi) dan Khadijah istri beliau meninggal dunia. Oleh karena itu, tahun itu dikenal dengan ‘am al-huzn (tahun kesedihan).
Pada saat menghadapi ujian berat, Nabi Muhammad SAW diperintahkan Allah untuk melakukan perjalanan malam dari Masjid al-Haram di Mekah ke Bait al-Maqdis di Palestina, kemudian ke sidrah al-Muntaha. Di situlah Nabi Muhammad SAW menerima syariat kewajiban mengerjakan shalat lima waktu. Peristiwa ini dikenal dengan Isra’ dan Mi’raj yang terjadi pada tanggal 27 Rajab tahun 11 sesudah kenabian. Isra dan Mi’raj di samping memperkuat iman dan memperkokoh batin Nabi Muhammad SAW menghadapi ujian berat berkaitan dengan misi risalahnya, juga sebagai batu ujian bagi kaum muslimin apakah mereka mempercayai atau mengingkarinya. Bagi kaun musyrikin Quraisy , peristiwa itu dijadikan bahan untuk mengolok-olok Nabi muhammad SAW bahkan menuduhnya sebagai manusia yang berotak tidak waras.
Setelah peristiwa Isra’ dan Mikraj, suatu perkembangan besar bagi perkembangan dakwah Islam muncul, perkembangan datang dari penduduk Yatsrib yang berhaji ke Makkah. Mereka yang terdiri dari suku Aus dan Khazraj masuk Islam. Atas nama penduduk Yatsrib, mereka meminta Nabi Muhammad SAW agar berkenan pindah ke Yatsrib. Mereka berjanji akan membela Nabi Muhammad SAW dari berbagai ancaman. Nabi pun menyetujui usul yang mereka ajukan. Perjanjian ini disebut perjanjian “Aqobah”. Dan kemudian Nabi Muhammad SAW pindah ke Yatsrib.

C.      Berdirinya Pemerintahan Madinah
Tahun Islam dimulai dengan hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekah ke Madinah di tahun 622 M. Umat Islam di waktu itu masih dalam kedudukan lemah, tidak sanggup menentang kekuasaan yang dipegang kaum pedagang Quraisy yang ada di Mekkah. Akhirnya Nabi bersama sahabat dan umat Islam lainnya meninggalkan kota dan pindah ke Yasrib, yang kemudian terkenal dengan nama Madinah, yaitu kota Nabi. Di kota ini keadaan Nabi dan umat Islam mengalami perubahan yang besar. Kalau di Mekkah mereka sebelumnya merupakan umat lemah yang tertindas, di Madinah mereka mempunyai kedudukan yang baik dan menjadi umat yang kuat dan dapat berdiri sendiri. Nabi sendiri menjadi kepala dalam masyarakat yang baru dibentuk itu dan yang akhirnya menjadi sebuah negara. Dan Sebagai penghormatan terhadap Nabi Muhammad SAW, nama kota Yatsrib di ubah menjadi Madinatun Nabi (Kota Nabi) atau Madinatul Munawwarah (Kota yang Bercahaya), dan kota ini cukup disebut Madinah.18 Dengan beradanya kekuasaan di tanggan Nabi, Islam pun lebih mudah disebarkan dan sehingga akhirnya Islam dapat menguasai daerah-daerah yang dimulai dari Spanyol di sebelah barat sampai ke Filipina di sebelah timur dan Afrika Tengah di sebelah selatan sampai Danau Aral di sebelah utara.
Dalam rangka memperkokoh masyarakat dan negara baru Nabi Muhammad SAW segera meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat. Dasar Pertama, pembangunan masjid, selain untuk tempat salat, juga sebagi sarana penting untuk mempersatukan kaum Muslimin dan mempertalikan jiwa mereka, di samping sebagai tempat bermusyawarah merundingkan masalah-masalah yang dihadapi. Masjid pada masa Nabi bahkan juga berfungsi sebagai pusat pemerintahan.
Dasar kedua,adalah ukhuwwah islamiyyah, persaudaraan sesama Muslim. Nabi mempersaudarakan antara Muhajirin, orang-orang yang hijrah dari Makkah ke Madinah , dan Anshar, penduduk Madinah yang sudah masuk Islam dan ikut membantu kaum Muhajirin tersebut. Dengan demikian diharapkan, setiap Muslim merasa terikat dalam satu persaudaraan dan kekeluargaan. Apa yang dilakukan Rasulullah ini berarti menciptakan suatu bentuk persaudaraan yang baru, yaitu persaudaraan berdasarkan agama, mengantikan persaudaraan berdasarkan darah.
Dasar ketiga, hubungan persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak memeluk agama Islam. Di Madinah, di samping orang-orang Arab Islam, juga terdapat golongan masyarakat Yahudi dan orang-orang Arab yang masih menganut agama nenek moyang mereka. Agar stabilitas masyarakat dapat diwujudkan, Nabi Muhammad SAW mengadakan ikatan perjanjian dengan mereka. Sebuah piagam yang menjamin kebebasan beragama orang-orang Yahudi sebagai suatu komunitas dikeluarkan. Setiap golongan masyarakat memiliki hak tertentu dalam bidang politik dan keagamaan. Kemerdekaan beragama dijamin dan seluruh anggota masyarakat berkewajiban mempertahankan keamanan negeri itu dari serangan luar. Dalam perjanjian itu jelas disebutkan bahwa Rasulullah menjadi kepala pemerintah karena sejauh menyangkut peraturan dan tata tertib umum, otoritas mutlak diberikan kepada beliau. Dalam bidang sosial, dia juga meletakkan dasar persamaan antara sesama manusia. Perjanjian ini dalam pandangan ketatanegaraan sekarang sering disebut dengan Konstitusi Madinah.
Perang pertama yang sangat menentukan menentukan masa depan Islam ini adalah perang Badar, perang antara kaum Muslimin dengan Musyrikin Quraisy. Pada tanggal 8 Ramadhan tahun ke-2 H, Nabi Mhammad SAW bersama 305 orang Muslim bergerak keluar kota membawa perlengkapan yang sederhana. Di daerah Badar, kurang lebih 120 km dari Madinah, pasukan Nabi bertemu dengan pasukan Quraisy yang berjumlah sekitar 900 sampai 1000 orang. Dalam perang ini kaum Muslimin keluar sebagai pemenang.
Pada tahun ke-6 H. Ketika ibadah haji sudah disyariatkan Nabi Muhammad SAW memimpin sekitar seribu kaum Muslimin berangkat ke Mekkah untuk mengerjakan Umrah namun penduduk Makkah tidak mengizinkan mereka masuk kota. Akhirnya, diadakan perjanjian yang dikenal dengan nama Perjanjian Hudaibiyah yang isinya diantaranya:
1.    Kaum Muslimin belom boleh mengunjungi Ka’bah tahun ini tetapi ditangguhkan sampai tahun depan.
2.    Lama kunjungan dibatasi sampai tiga hari saja.
3.    Kaum Muslimin wajib mengembalikan orang-orang Makkah yang melarikan diri ke Madinah, sedangkan sebaliknya, pihak Quraisy tidak harus menolak orang-orang Madinah yang kembali ke Makkah.
4.    Selama sepuluh tahun diberlakukan genjatan senjata antara masyarakat Madinah dan Makkah
5.    Tiap Kabilah yang ingin masuk ke dalam persekutuan kaum Quraisy atau kaum Muslimin, bebas melakukannya tanpa mendapat rintanga. Untuk menjaga keselamatan dalam menyebarkan dakwah Islam dan mempertahankannya dari orang-orang yang menghalanginya peperangan demi peperangan terus terjadi diantaranya adalah Perang Uhud, perang Ahzab atau Perang Khandaq (parit).
Setelah Perjanjian Hudaibiyah, situasi jauh lebih tenang dibandingkan dengan sebelumnya, maka Nabi Muhammad SAW, menyurat kepada sekian penguasa di luar Jazirah Arab untuk mengajak mereka untuk mengajak mereka memeluk agama Islam. Ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW, diutus bukan saja untuk penduduk Jazirah Arab, tetapi juga untuk seluruh manusia di persada bumi ini.
Melalui usaha-usaha itu Islam berkembang. Umat Islam makin banyak dan wilayah Islam meluas. Ketika Rasulullah wafat, wilayah Islam telah meliputi sebagian Jazirah Arab. Tentu bukan sebuah negara seperti zaman modern sekarang, tetapi rintisan awal telah dimulai oleh Rasul. Sebuah negara dengan persyaratan-persyaratan yang maju untuk zamannya, sebuah negara demokrasi yang berbentuk Republik. Dengan usaha itu Rasulullah telah merintis peradaban Islam. Dalam waktu 23 tahun, Rasulullah telah mengubah bangsa Arab dari bangsa Jahiliyah menjadi bangsa yang berperadaban dengan jiwa yang Islami, bersatu, berakhlak mulia, dan berpengetahuan.

Kesimpulan
Nabi Muhammad SAW bukan hanya sebagai seorang Rasulullah yang di utus untuk menyebarkan ajaran Islam, melainkan juga sebagai pemimpin negara yang pandai dalam berpolitik.
Sebagai seorang panglima perang serta seorang administrator yang cakap, hanya dalam kurun waktu singkat Rasulullah bisa menaklukkan seluruh Jazirah Arab.


Daftar Pustaka
Abdurrahman, Dudung et.al, Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern. Yogyakarta: Fak. Adab, 2002.
Ahmad Mahdi Rizqullah, Biografi Rasulullah. Jakarta: Qisthi Press, 2009.
Al-Buthy Muhammad Sa’id Ramadhan, Sirah Nabawiyah Analisis Ilmiah Manhajiah Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulullah SAW. Jakarta: Robbani Press, 2010. Cet. 16.
Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2006.
Lapidus Ira. M., Sejarah Sosial Umat Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999.
Sulthon Mas’ud, Sejarah Peradaban Islam. Surabaya: UINSA, 2014
Mufrodi Ali, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta: Logos, 1997.
Nasution Harun, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspek. Jakarta: UII-Pres, 2008.
Nizar Samsul, Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana, 2009.
Saepudin Didin, Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: UIN Press, 2007.
Shihab M. Quraish, Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW. Tangerang: Lentera Hati, 2011.
Sunanto Musyrifah, Sejarah Islam Klasik. Jakarta: Kencana, 2007.
Syaikh Shafiyyurahman Al-Mubarakfuri, SIRAH NABAWIYAH. Jakarta Timur: UMMUL QURA, 2016.
Thohir Ajid, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam. Jakarta: Rajawali Pers, 2009.
Yatim Badri, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiah II. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011.
————–, Historiografi Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.

0 komentar:

Posting Komentar