A.
Pendahuluan
Evaluasi
merupakan suatu pengamatan langsung terhadap siswa dengan memperhatikan tingkah
lakunya. Hasil belajar dan proses belajar tidak hanya dinilai oleh tes, baik
melalui bentuk tes uraian maupun tes objektif.
Kegiatan
mengukur, menilai, dan mengevaluasi sangatlah penting dalam dunia pendidikan.
Hal ini tidak terlepas karena kegiatan tersebut merupakan suatu siklus yang
dibutuhkan untuk mengetahui sejauhmana pencapaian pendidikan telah terlaksana.
Contohnya dalam evaluasi penilaian hasil belajar siswa, kegiatan pengukuran dan
penilaian merupakan langkah awal dalam proses evaluasi tersebut. Kegiatan
pengukuran yang dilakukan biasanya dituangkan dalam berbagai bentuk tes dan hal
ini yang paling banyak digunakan.
Seorang pendidik
harus dapat mana yang termasuk kegiatan evaluasi hasil belajar dan mana yang
termasuk kegiatan evaluasi pembelajaran. Evaluasi hasil belajar menekankan pada
informasi tentang sejauh mana hasil evaluasi yang dicapai oleh siswa sesuain
dengan tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan evaluasi pembelajaran merupakan
suatu proses yang sistematis untuk memperoleh informasi tentang keefektifan
kegiatan pembelajaran dalam membantu siswa mencapai tujuan yang telah
ditetapkan secara optimal.
Dalam makalah
ini, penulis memaparkan model-model evaluasi program dan perencanaan
evaluasi program pendidikan. Mudah-mudahan
makalah ini dapat memberikan pengetahuan dan pencerahan bagi kita semua. Amin.
B. Pembahasan
1.
Model-model
evaluasi program
Dalam
ilmu evaluasi program pendidikan, ada banyak model yang dipergunakan untuk
mengevaluasi keterlaksanaan program. Dalam hal ini Stepphen Isaac (1986 dalam
Arikunto, 2004) membedakan adanya empat hal yang dipergunakan untuk membedakan
ragam model evaluasi, yaitu goal oriented (berorientasi pada tujuan), decision
oriented (berorientasi pada keputusan), transactional oriented (berorientasi
pada kegiatan dan orang-orang yang menanganinya) dan research oriented (berorientasi
pada pengaruh dan dampak program). Menurut Kaufman dan Thomas membedakan model
evaluasi menjadi delapan, yaitu:
a) Goal
oriented evaluation Model (dikembangkan oleh Tyler)
Model
ini merupakan model yang muncul paling awal, yang menjadi obyek adalah tujuan
dari program yang sudah ditetapkan jauh sebelum program dimulai. Adapun prosedur
yang perlu diikuti untuk membentuk ujian pencapaian, yaitu:
(1) Mengenal
pasti sasaran program yang hendak dijalankan.
(2) Menguraikan
setiap tujuan dalam bentuk tingkah laku dan isi kandungan.
(3) Mengenal
pasti situasi dimana tujuan yang hendak digunakan.
(4) Menentukan
arah untuk mewakili situasi.
(5) Menentukan
arah untuk mendapatkan hasil.
Tyler
mendefinisikan evaluasi sebagai perbandingan antara hasil yang dikehendaki
dengan hasil yang sebenarnya. Menurut Tyler (1951 dalam Azizi, 2008) penilai
harus menilai tingkah laku peserta didik, pada perubahan tingkah laku yang
dikehendaki dalam pendidikan. Dalam model ini, langkah pertama adalah
mengenali tujuan suatu program, kemudian indikator-indikator pencapaian tujuan
dan alat pengukuran diketahui pasti.
b) Goal
Free Evaluation Model (dikembangkan oleh Michael Scriven)
Dalam
pelaksanaan suatu evaluasi program evaluator tidak perlu memperhatikan apa yang
menjadi tujuan program, yang perlu diperhatikan dalam program tersebut adalah bagaimana
kerjanya program dengan jalan mengidentifikasi penampilan-penampilan yang
terjadi baik hal-hal yang positif (hal yang diharapkan) maupun hal-hal negatif
(hal yang tidak diharapkan). Maksudnya bukan lepas sama sekali dari tujuan, akan
tetapi lepas dari tujuan khusus dan hanya mempertimbangkan tujuan umum yang
akan dicapai oleh program bukan secara perkomponen.
c) Formatif
Summatif Evaluation Model (dikembangkan oleh Michael Scriven)
Model
ini menunjukkan terhadap tahapan dan lingkup objek yang dievaluasi, yaitu
evaluasi yang dilakukan pada waktu program masih berjalan (evaluasi formatif)
dan ketika program sudah selesai atau berakhir (evaluasi sumatif). Adapun tujuan
dari evaluasi formatif memang berbeda dengan tujuan evaluasi sumatif, ketika
melaksanakan evaluasi, evaluator tidak dapat melepaskan diri dari tujuan. Sehingga,
model yang dikemukakan oleh Michael Scriven ini menunjuk tentang "apa,
kapan dan tujuan" evaluasi tersebut dilaksanakan. Evaluasi dilaksanakan
untuk mengetahui sampai seberapa tinggi tingkat keberhasilan atau ketercapaian
tujuan untuk masing-masing pokok bahasan.
Evaluasi
formatif secara prinsip merupakan evaluasi yang dilaksanakan ketika program
masih berlangsung dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana program yang
dirancang dapat berlangsung dan sekaligus mengidentifikasi hambatannya.
Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah program berakhir dengan tujuan
untuk mengukur ketercapaian program. Adapun fungsinya untuk mengetahui posisi
atau kedudukan individu di dalam kelompoknya.
d) Countenance
Evaluation Model (dikembangkan oleh Stake)
Menurut
Fernandes (1984, dalam Arikunto 2004) model Stake menekankan pada adanya
pelaksanaan dua hal pokok yaitu deskripsi (description) dan pertimbangan
(judgments) serta membedakan adanya tiga tahap dalam evaluasi program
yaitu anteseden yang diartikan sebagai konteks, transaksi yang
diartikan sebagai proses dan outcome yang diartikan sebagai hasil.
Tiga hal tersebut itu dituliskan di antara dua matrik untuk menunjukkan objek
atau sasaran evaluasi yang selanjutnya digambarkan sebagai deskripsi dan
pertimbangan, menunjukkan langkah-langkah yang terjadi selama proses evaluasi.
Matriks
pertama yaitu deskripsi yang berkaitan atau menyangkut dua hal yang menunjukkan
posisi sesuatu yaitu apa maksud tujuan yang diharapkan oleh program dan
pengamatan akibat atau apa yang sesungguhnya terjadi atau apa yang betul-betul
terjadi, selanjutnya evaluator mengikuti matriks kedua yang menunjukkan langkah
pertimbangan yang mengacu pada standar, ketika evaluator tengah
mempertimbangkan program pendidikan. Maka harus melakukan dua perbandingan,
yaitu (1) membandingkan kondisi hasil evaluasi program tertentu dengan yang
terjadi di program lain, dengan objek sasaran yang sama; (2) membandingkan
kondisi hasil pelaksanaan program dengan standar program yang bersangkutan dan didasarkan
pada tujuan yang akan dicapai.
Analisis
proses evaluasi yang dikemukakan Stake (1967, dalam Tayibnapis, 2000) membawa
dampak yang cukup besar dalam model ini, antecedents (masukan), transaction (proses),
dan outcomes (hasil) data dibandingkan tidak hanya untuk menentukan
apakah ada perbedaan tujuan dengan keadaan yang sebenarnya, tetapi juga
dibandingkan dengan standar yang absolut untuk menilai manfaat program.
e) Responsive
Evaluation Model (dikembangkan oleh Stake)
Menurut
Stake (1967 dalam Azizi, 2008) telah menggariskan beberapa ciri pendekatan
model evaluasi responsif, yaitu:
(1) Lebih
ke arah aktivitas program (proses) daripada tujuan program.
(2) Mempunyai
hubungan dengan banyak kalangan untuk mendapatkan hasil evaluasi.
(3) Perbedaan
nilai perspektif dari banyak individu menjadi ukuran dalam melaporkan kegagalan
dan keberhasilan suatu program.
Pendekatan
ini adalah sistem yang mengorbankan beberapa fakta dalam evaluasi dengan
harapan dapat meningkatkan penggunaan hasil evaluasi kepada individu atau
program itu sendiri. Model ini berdasarkan pada apa yang biasa individu lakukan
untuk menilai suatu perkara. Untuk melaksanakan evaluasi ini, evaluator dipaksa
bekerja lebih keras untuk memastikan individu yang dipilih memahami apa yang
perlu dilakukan. Evaluator juga perlu membuat prosedur yang bakudan
mencari serta mengatur tim untuk memperhatikan pelaksanaan program tersebut.
Dengan bantuan tim, evaluator akan menyediakan catatan, deskripsi, hasil tujuan
serta membuat grafik. Adapun tahapannya, yaitu:
(1) Pelaksanaan
awal evaluasi, evaluator dan klien (stakeholder) membuat perundingan
tentang kontrak mengenai tujuan penilaian, validitas dan jaminan
kerahasiaan.
(2) Mengenal
pasti concern (perhatian), isu dan nilai-nilai dari stakeholder.
(3) Mengumpulkan
informasi yang memiliki hubungan dengan tujuan, isu, nilai yang dikenal pasti oleh stakeholder.
(4) Penyediaan
laporan mengenai keputusan atau alternatif. Laporan ini mengandung beberapa
isu-isu dan perhatian yang dikenal betul oleh stakeholder.
f) CSE-UCLA
Evaluation Model (dikembangkan oleh Alkin)
CSE-UCLA
terdiri dari dua singkatan, yaitu CSE dan UCLA. CSE merupakan singkatan
dari Center for the Study of Evaluation, sedangkan UCLA merupakan
singkatan dari University of California in Los Angeles. Ciri dari model
CSE-UCLA adalah adanya lima tahap yang dilakukan dalam evaluasi, yaitu
perencanaan, pengembangan, implementasi, hasil, dan dampak. Fernandes (1984,
dalam Arikunto 2004) memberikan penjelasan tentang model CSE-UCLA menjadi empat
tahap, yaitu:
(1)
Needs Assessment, yaitu
evaluator memusatkan perhatian pada penentuan masalah. Pertanyaan yang
diajukan:
(a) Hal-hal
apakah yang perlu dipertimbangkan sehubungan dengan keberadaan program?
(b) Kebutuhan
apakah yang terpenuhi sehubungan dengan adanya pelaksanaan program ini?
(c) Tujuan
jangka panjang apakah yang dapat dicapai melalui program ini?
(2)
Program Planning yaitu
evaluator mengumpulkan data yang terkait langsung dengan pembelajaran dan
mengarah pada pemenuhan kebutuhan yang telah diidentifikasi pada tahap kesatu.
Dalam tahap perencanaan ini program PBM dievaluasi dengan cermat untuk
mengetahui apakah rencana pembelajaran telah disusun berdasarkan hasil analisis
kebutuhan.
(3)
Formative Evaluation yaitu
evaluator memusatkan perhatian pada keterlaksanaan program. Dengan demikian,
evaluator diharapkan betul-betul terlibat dalam program karena harus
mengumpulkan data dan berbagai informasi dari pengembang program.
(4) Summative
Evaluation yaitu
evaluator diharapkan dapat mengumpulkan semua data tentang hasil dan dampak
dari program. Melalui evaluasi sumatif ini, diharapkan dapat diketahui apakah
tujuan yang dirumuskan untuk program sudah tercapai dan jika belum, dicari
bagian mana yang belum dan apa penyebabnya.
g) CIPP
Evaluation Model (dikembangkan oleh Stufflebeam)
Model
ini bertitik tolak pada pandangan bahwa keberhasilan progran pendidikan
dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti: karakteristik peserta didik dan
lingkungan, tujuan program dan peralatan yang digunakan, prosedur dan mekanisme
pelaksanaan program itu sendiri. Stufflebeam melihat tujuan evaluasi sebagai:
(1) Penetapan
dan penyediaan informasi yang bermanfaat untuk menilai keputusan alternatif.
(2) Membantu
audience untuk menilai dan mengembangkan manfaat program pendidikan atau
obyek.
(3) Membantu
pengembangan kebijakan dan program.
Model
CIPP ini dikembangkan oleh Stufflebeam dan kawan-kawan (1967) di Ohio State
University. CIPP yang merupakan sebuah singkatan, yaitu context evaluation (evaluasi
konteks), input evaluation (evaluasi masukan), process evaluation (evaluasi
proses) dan product evaluation (evaluasi terhadap hasil). Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
(1) Evaluasi
konteks
yaitu situasi atau latar belakang yang mempengaruhi jenis-jenis
tujuan dan strategi pendidikan yang akan dikembangkan dalam program yang
bersangkutan, seperti : kebijakan departemen atau unit kerja yang bersangkutan,
sasaran yang ingin dicapai oleh unit kerja dalam kurun waktu tertentu, masalah
ketenagaan yang dihadapi dalam unit kerja yang bersangkutan, dan sebagainya. Menurut
Sarah Mc Cann dalam Arikunto (2004) evaluasi konteks meliputi penggambaran
latar belakang program yang dievaluasi, memberikan tujuan program dan analisis
kebutuhan dari suatu sistem, menentukan sasaran program, dan menentukan sejauhmana
tawaran ini cukup responsif terhadap kebutuhan yang sudah diidentifikasi.
(2) Evaluasi
masukan (Input) yaitu evaluasi masukan yang tujuan utamanya adalah untuk
mengaitkan tujuan, konteks, input, proses dengan hasil program. Disamping itu,
evaluasi ini dibuat untuk memperbaiki program bukan untuk membuktikan suatu
kebenaran (The purpose of evaluation is not to prove but to Improve,
Stufflebeam, 1997 dalam Arikunto 2004). Evaluasi ini menolong mengatur
keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternatif apa yang diambil, apa
rencana dan strategi untuk mencapai kebutuhan, bagaimana prosedur kerja untuk
mencapainya.
(3) Evaluasi
proses yaitu
diarahkan pada seberapa jauh kegiatan yang dilaksanakan sudah terlaksana sesuai
dengan rencana. Evaluasi proses dalam model CIPP menunjuk pada
"apa" (what) kegiatan yang dilakukan dalam program,
"siapa" (who) orang yang ditunjuk sebagai penanggung jawab
program, "kapan" (when) kegiatan akan selesai.
(4) Evaluasi
pada produk atau hasil yaitu hal-hal yang menunjukkan perubahan yang terjadi
pada masukan mentah. Pertanyaan-pertanyaan yang bisa diajukan diantaranya:
(a) Apakah
tujuan-tujuan yang ditetapkan sudah tercapai?
(b) Apakah
kebutuhan peserta didik sudah dapat dipenuhi selama proses belajar mengajar?
h) Discrepancy
Model (dikembangkan
oleh Provus)
Provus
mendefinisikan evaluasi sebagai alat untuk membuat pertimbangan (judgement)
atas kekurangan dan kelebihan suatu objek berdasarkan diantara standar dan
kinerja. Model ini juga dianggap menggunakan pendekatan formatif dan berorientasi
pada analisis system. Sementara pencapaiannya adalah lebih kepada apakah yang
sebenarnya terjadi. Dalam model evaluasi ini, kebanyakan informasi yang
diperoleh berbeda dengan yang dikumpulkan. Adapun caranya, yaitu:
(1) Merencanakan
bentuk penilaian, menentukan kemantapan suatu program.
(2) Penilaian
input, bertujuan membantu pihak pengurus dengan memastikan sumber yang
diperlukan mencukupi.
(3) Proses
penilaian, memastikan aktivitas yang dirancang berjalan dengan lancer dan
memiliki mutu seperti yang diharapkan.
(4) Penilaian
hasil, judgement di tahap pencapaian suatu hasil yang direncanakan.
Model
Evaluasi Discrepancy (Provus, 1971) adalah suatu model evaluasi
program yang menekankan pentingnya pemahaman sistem sebelum evaluasi. Model ini
merupakan suatu prosedur problem solving untuk mengidentifikasi kelemahan
(termasuk dalam pemilihan standar) dan untuk mengambil tindakan korektif.
Dengan model ini, proses evaluasi pada langkah-langkah dan isi kategori sebagai
cara memfasilitasi perbandingan capaian program dengan standar, sementara pada
waktu yang sama mengidentifikasi standar untuk digunakan untuk perbandingan di
masa depan, karena program terdiri atas langkah-langkah pengembangan, aktivitas
evaluasi banyak diartikan adanya integrasi pada masing-masing komponennya,
berupa:
(1) Definition stage (tahap definisi) yaitu staf
program yang mengorganisir berupa: (a) gambaran tujuan, proses, atau aktivitas
dan kemudian; (b) menggambarkan sumber daya yang diperlukankan.
(2) Installation stage (langkah
instalasi), desain/ definisi program menjadi standar baku untuk diperbandingkan
dengan penilaian operasi awal program.
(3) Product
stage (tahap
proses), evaluasi ditandai dengan pengumpulan data untuk menjaga keterlaksanaan
program.
(4) Product stage (tahap produk), pengumpulan data dan analisa
yang membantu ke arah penentuan tingkat capaian sasaran dari outcome.
(5) Optional
tahap cost
benefit menunjukkan peluang untuk membandingkan hasil dengan yang dicapai
oleh pendekatan lain yang serupa.
Pada
masing-masing empat tahap di atas, perbandingan standard dengan capaian program
untuk menentukan bila ada pertentangan. Penggunaan informasi pertentangan
selalu mengarah pada satu dari empat pilihan:
(1) Dilanjutkan
ke tahap berikutnya bila tidak ada pertentangan.
(2) Jika
terdapat pertentangan, kembali mengulang tahap yang ada setelah merubah standar
program.
(3) Jika
tahap 2 tidak bisa terpenuhi, kemudian mendaur ulang kembali ke langkah 1 tahap
definisi program, untuk menggambarkan kembali program tersebut, kemudian
memulai evaluasi pertentangan lagi pada tahap 1.
(4) Jika
tahap 3 tidak bisa terpenuhi pilihannya adalah mengakhiri program.
2.
Ketepatan
penentuan model evaluasi program
Program
dibedakan dibedakan menjadi berdasarkan jenis kegiatannya, yaitu program
pemrosesan (mengubah sesuatu yang dianggap bahan mentah menjadi sesuatu yang
dianggap barang jadi), program layanan (program yang bertujuan memberikan
kepuasan pada pihak lain), dan program umum (program yang yang bersifat umum,
tidak memiliki spesifikasi sebagaimana program pemprosesan dan program layanan).
Ketepatan penentuan model evaluasi program bergantung pada jenis kegiatannya.
Oleh karena itu tidak semua model evaluasi program dapat diterapkan.
3.
Rancangan
evaluasi program
Hal‐hal
yang dicantumkan dalam rancangan program adalah (1) judul kegiatan, (2) alas an
dilaksanakannya evaluasi, (3) tujuan
evaluasi, (4) pertanyaan evaluasi, (5) metodologi yang digunakan, dan
(6) prosedur kerja dan langkah‐langkah
kegiatan.
4.
Perencanaan evaluasi
program pendidikan
Dalam
melaksanakan evaluasi pendidikan hendaknya dilakukan secara sistematis dan
terstruktur. Evaluasi pendidikan secara garis besar melibatkan 3 unsur yaitu :
a)
Input yaitu
bahan mentah yang dimasukkan kedalam transformasi, maksudnya siswa buru yang
akan memasuki sekolah. Sebelum memasuki suatu tiungkat (institusi), calon siswa
itu dinilai dahulu kemampuannya. Dengan evaluasi itu ingin diketahui apakah
kelak ia akan mampu mengikuti pelajaran dan melaksanakan tugastugas yang diberikan
padanya.
b)
Transformasi
yaitu mesin yang bertugas mengubah bahan mentah menjadi bahan jadi. Sekolah itu
terdiri dari beberapa mesin yang menyebabkan berhasil atau gagalnya
transformasi. Bahan jadi yang diharapkan, dalam hal ini adalah siswa lulusan sekolah,
yanya ditentukan oleh beberapa faktor sebagai akibat bekerjanya unsur-unsur yang
ada. UnsurUnsur transformasi, antara lain :
(1) Guru
dan personal lainnya.
(2) Bahan
pembelajaran.
(3) Metode
mengajar dan sistem evaluasi.
(4) Sarana
penunjang.
(5) System
administrasi.
c)
Output yaitu
bahan jadi yang dihasilkan oleh transformasi yang dimaksud adalah siswa lulusan
sekolah yang bersangkutan.Untuk dapat menetukan apakah seorang siswa berhak
lulus atau tidak, perlu diadakan kegiatan evaluasi (Daryanto, 2008:7-8).
Langkahlangkah
dalam melaksanakan kegiatan evaluasi pendidikan adalah sebagai berikut :
a)
Perencanaan (mengapa
perlu evaluasi, apa saja yang hendak dievaluasi, tujuan evaluasi, teknik apa
yang hendak dipakai, siapa yang hendak dievaluasi, kapan, dimana, penyusunan instrument,
indikator, data apa saja yang hendak digali, dsb).
b)
Pengumpulan data
(tes, observasi, kuesioner, dan sebagainya sesuai dengan tujuan).
c)
Verifikasi data
(uji instrument, uji validitas, uji reliabilitas, dsb).
d)
Pengolahan data
(memaknai data yang terkumpul, kualitatif atau kuantitatif, apakah hendak di
olah dengan statistikatau non statistik, apakah dengan parametrik atau non
parametrik, apakah dengan manual atau dengan software (misal : SAS, SPSS).
e)
Penafsiran data
(ditafsirkan melalui berbagai teknik uji, diakhiri dengan uji hipotesis ditolak
atau diterima, jika ditolak mengapa? Jika diterima mengapa? Berapa taraf
signifikannya?) interpretasikan data tersebut secara berkesinambungan dengan
tujuan evaluasi sehingga akan tampak hubungan sebab akibat. Apabila hubungan
sebab akibat tersebut muncul maka akan lahir alternatif yang ditimbulkan oleh
evaluasi itu (Wakhinudin, 2009).
f)
Teknik evaluasi
pendidikan
Secara
garis besar, teknik evaluasi yang digunakan dapat digolongkan menjadi dua
macam, yaitu :
a)
Teknik non tes
(1)
Skala bertingkat
(rating scale), skala menggambarkan suatu nilai yang berbentuk angka terhadap
suatu hasil pertimbangan. Maka penilaian terhadap penampilan atau penggambaran
kepribadiaan seseorang disajikan dalam bentuk skala.
(2)
Kuesioner (questionare),
juga sering dikenal sebagai angket. Kuesioner adalah sebuah daftar pertanyaan
yang harus diisi orang yang akan diukur (responden). Kuesioner dapat
ditinjau dari dua segi antara lain:
(a) Dari
segi siapa yang menjawab, yaitu (i) Kuesioner langsung, jika kuesioner tersebut
dikirimkan dan diisi langsung oleh orang yang akan dimintai jawaban tentang
dirinya; (ii) Kuesioner tidak langsung, yang dikirimkan dan diisi oleh bukan
orang yang bimintai keterangannya.
(b) Dari
segi cara menjawab, yaitu (i) Kuesioner tertutup, kuesioner yang disusun dengan
menyediakan pilihan jawaban langkah sehingga pengisi hanya tinggal memberi tanda
pada jawaban yang dipilih; (ii) Kuesioner terbuka adalah kuesioner yang disusun
sedemikian rupa sehingga para pengisi bebas mengemukakan pendapatnya.
(3)
Daftar chek
list adalah deretan pernyataan dimana responden yang dievaluasi tinggal
membubuhkan tanda cocok (√) ditempat yang sudah disediakan.
(4)
Wawancara (interview),
suatu cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari responden dengan jalan
tanya jawab sepihak. Pertanyaan hanya diajukan oleh subjek evaluasi. Wawancara
dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu (i) Wawancara bebas yaitu responden
mempunyai kebebasan mengutarakan pendapatnya; (ii) Wawancara terpimpin yaitu responden
pada waktu menjawab pertanyaan tinggal memilih jawaban yang sudah dipersiapkan
oleh penanya (Daryanto, 2008:33).
(5)
Pengamatan
(observation) suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan
secara teliti serta pencatatan secara sistematis. Secara umum observasi adalah
cara menghimpun bahanbahan keterangan (data) yang dilakukan dengan mengadakan
pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomenafenomena yang
sedang dijadikan sasaran pengamatan. Menurut cara dan tujuannya observasi dapat
dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
(a) Obserfasi
partisipatif dan non partisipatif, yaitu: (i) Observasi dimana orang yang
mengobservasi (observer) ikut ambil bagian alam kegiatan yang dilakukan oleh
objek yang diamatinya; (ii) Observasi non partisipatif, observasi tidak
mengambil bagian dalam kegiatan yang dilakukan oleh objeknya.
(b) Observasi
sistematis dan observasi non sitematis, yaitu: (i) Observasi sistematis adalah
observasi yang sebelum dilakukan, observer sudah mengatur sruktur yang berisi
kategori atau kriteria, masalah yang akan diamati; (ii) observasi nonsistematis
yaitu apabila dalam pengamatan tidak terdapat stuktur ketegori yang akan
diamati.
(c) Observasi
experimental adalah observasi yang dilakukan secara nonpartisipatif tetapi
sistematis.Tujuannya untuk mengetahui atau melihat perubahan, gejalagejala
sebagai akibat dari situasi yang sengaja diadakan.
(d) Riwayat
hidup adalah gambaran tentang keadaan seseorang selama dalam masa kehidupannya.
Dengan mempelajari riwayat hidup, maka subjek evaluasi akan dapat menarik suatu
kesimpulan tentang kepribadian kebiasaan dan sikap dari objek yang dimulai
(Daryanto, 2008:34).
b)
Teknik tes
Menurut Webster’s
Collegiate “Test any saries of questions or exercise or other means of
measuring the skill, knowledge, capacities of aptitudes or an individual or
group” tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan, atau alat lain yang
digunakan untuk mengukur keterampilan pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau
bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Tes ada tiga macam, yaitu :
(1)
Diagnostic tes adalah
tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa, sehingga
berdasarkan kelemahankelemahan tersebut dapat dilakukan pemberian perlakuan
yang tepat.
(2)
Tes formatif,
besal dari kata “form” yang merupakan dasar dari istilah “formatif” maka
evaluasi formatif bertujuan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah terbentuk
setelah mengikuti sesuatu program tertentu. Evaluasi formatif atau tes formatif
diberikan pada akhir setiap program.
(3)
Tes sumatif,
dilaksanakan setelah berakhirnya pemberian sekelompok program atau sebuah
program yang lebih besar. Dalam pengalaman di sekolah tes formatif dapat
disamakan dengan ulangan harian, sedangkan tes sumatif ini dapat disamakan
dengan ulangan umum yang biasanya dilaksanakan pada akhir catur wulan atau
akhir semester (Daryanto, 2008:35-42).
C.
Kesimpulan
Model dalam evaluasi program pendidikan yang dipergunakan untuk
mengevaluasi keterlaksanaan program, yaitu goal oriented (berorientasi
pada tujuan), decision oriented (berorientasi pada keputusan), transactional
oriented (berorientasi pada kegiatan dan orang-orang yang menanganinya) dan
research oriented (berorientasi pada pengaruh dan dampak program). Adapun
model lainya, yaitu: Goal oriented evaluation Model (dikembangkan oleh Tyler), Goal Free
Evaluation Model (dikembangkan oleh Michael Scriven), Formatif Summatif
Evaluation Model (dikembangkan oleh Michael Scriven), Countenance
Evaluation Model (dikembangkan oleh Stake) Responsive Evaluation Model
(dikembangkan oleh Stake), CSE-UCLA Evaluation Model (dikembangkan
oleh Alkin), CIPP Evaluation Model (dikembangkan oleh Stufflebeam) dan Discrepancy
Model (dikembangkan oleh Provus).
Dalam
melaksanakan evaluasi pendidikan hendaknya dilakukan secara sistematis dan
terstruktur. Evaluasi pendidikan secara garis besar melibatkan tiga unsur yaitu
input, transformasi dan output.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin,
Zaenal. 2011. Evaluasi Pembelajaran Prinsip Teknik Prosedur. Bandung: PT
remaja rosdakarya.
Arikunto,
Suharsimi. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Daryanto,
2008. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Majid, Abdul. 2009. Perencanaan
Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Mukhtar, 2003.
Desain Pembelajaran PAI. Jakarta: CV. Misaka Galiza.
Purwanto, Ngalim. 2010. Prinsip- Prinsip
dan Teknologi Pengajaran. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Sdijono,
Anas. 2006. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Sudjana,
Djudju. 2008. Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Ini mau tanya ituu kan dari 8 model evaluasi manakah yang paling berpotensi mendukung pencapaian evaluasi pendidikan
BalasHapus