Rabu, 14 Desember 2016

MODEL-MODEL EVALUASI PROGRAM DAN PERENCANAAN EVALUASI PROGRAM PENDIDIKAN



A.      Pendahuluan

Evaluasi merupakan suatu pengamatan langsung terhadap siswa dengan memperhatikan tingkah lakunya. Hasil belajar dan proses belajar tidak hanya dinilai oleh tes, baik melalui bentuk tes uraian maupun tes objektif.

Kegiatan mengukur, menilai, dan mengevaluasi sangatlah penting dalam dunia pendidikan. Hal ini tidak terlepas karena kegiatan tersebut merupakan suatu siklus yang dibutuhkan untuk mengetahui sejauhmana pencapaian pendidikan telah terlaksana. Contohnya dalam evaluasi penilaian hasil belajar siswa, kegiatan pengukuran dan penilaian merupakan langkah awal dalam proses evaluasi tersebut. Kegiatan pengukuran yang dilakukan biasanya dituangkan dalam berbagai bentuk tes dan hal ini yang paling banyak digunakan.

Seorang pendidik harus dapat mana yang termasuk kegiatan evaluasi hasil belajar dan mana yang termasuk kegiatan evaluasi pembelajaran. Evaluasi hasil belajar menekankan pada informasi tentang sejauh mana hasil evaluasi yang dicapai oleh siswa sesuain dengan tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan evaluasi pembelajaran merupakan suatu proses yang sistematis untuk memperoleh informasi tentang keefektifan kegiatan pembelajaran dalam membantu siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara optimal.

Dalam makalah ini, penulis memaparkan  model-model evaluasi program dan perencanaan evaluasi program pendidikan. Mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan pengetahuan dan pencerahan bagi kita semua. Amin.

B.       Pembahasan
1.        Model-model evaluasi program

Dalam ilmu evaluasi program pendidikan, ada banyak model yang dipergunakan untuk mengevaluasi keterlaksanaan program. Dalam hal ini Stepphen Isaac (1986 dalam Arikunto, 2004) membedakan adanya empat hal yang dipergunakan untuk membedakan ragam model evaluasi, yaitu goal oriented (berorientasi pada tujuan), decision oriented (berorientasi pada keputusan), transactional oriented (berorientasi pada kegiatan dan orang-orang yang menanganinya) dan research oriented (berorientasi pada pengaruh dan dampak program). Menurut Kaufman dan Thomas membedakan model evaluasi menjadi delapan, yaitu: 





a)    Goal oriented evaluation Model (dikembangkan oleh Tyler)

Model ini merupakan model yang muncul paling awal, yang menjadi obyek adalah tujuan dari program yang sudah ditetapkan jauh sebelum program dimulai. Adapun prosedur yang perlu diikuti untuk membentuk ujian pencapaian, yaitu:

(1)     Mengenal pasti sasaran program yang hendak dijalankan.
(2)     Menguraikan setiap tujuan dalam bentuk tingkah laku dan isi kandungan.
(3)     Mengenal pasti situasi dimana tujuan yang hendak digunakan.
(4)     Menentukan arah untuk mewakili situasi.
(5)     Menentukan arah untuk mendapatkan hasil.

Tyler mendefinisikan evaluasi sebagai perbandingan antara hasil yang dikehendaki dengan hasil yang sebenarnya. Menurut Tyler (1951 dalam Azizi, 2008) penilai harus menilai tingkah laku peserta didik, pada perubahan tingkah laku yang dikehendaki dalam pendidikan. Dalam model ini, langkah pertama adalah mengenali tujuan suatu program, kemudian indikator-indikator pencapaian tujuan dan alat pengukuran diketahui pasti.

b)   Goal Free Evaluation Model (dikembangkan oleh Michael Scriven)

Dalam pelaksanaan suatu evaluasi program evaluator tidak perlu memperhatikan apa yang menjadi tujuan program, yang perlu diperhatikan dalam program tersebut adalah bagaimana kerjanya program dengan jalan mengidentifikasi penampilan-penampilan yang terjadi baik hal-hal yang positif (hal yang diharapkan) maupun hal-hal negatif (hal yang tidak diharapkan). Maksudnya bukan lepas sama sekali dari tujuan, akan tetapi lepas dari tujuan khusus dan hanya mempertimbangkan tujuan umum yang akan dicapai oleh program bukan secara perkomponen.

c)    Formatif Summatif Evaluation Model (dikembangkan oleh Michael Scriven)

Model ini menunjukkan terhadap tahapan dan lingkup objek yang dievaluasi, yaitu evaluasi yang dilakukan pada waktu program masih berjalan (evaluasi formatif) dan ketika program sudah selesai atau berakhir (evaluasi sumatif). Adapun tujuan dari evaluasi formatif memang berbeda dengan tujuan evaluasi sumatif, ketika melaksanakan evaluasi, evaluator tidak dapat melepaskan diri dari tujuan. Sehingga, model yang dikemukakan oleh Michael Scriven ini menunjuk tentang "apa, kapan dan tujuan" evaluasi tersebut dilaksanakan. Evaluasi dilaksanakan untuk mengetahui sampai seberapa tinggi tingkat keberhasilan atau ketercapaian tujuan untuk masing-masing pokok bahasan.

Evaluasi formatif secara prinsip merupakan evaluasi yang dilaksanakan ketika program masih berlangsung dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana program yang dirancang dapat berlangsung dan sekaligus mengidentifikasi hambatannya. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah program berakhir dengan tujuan untuk mengukur ketercapaian program. Adapun fungsinya untuk mengetahui posisi atau kedudukan individu di dalam kelompoknya.

d)   Countenance Evaluation Model (dikembangkan oleh Stake)

Menurut Fernandes (1984, dalam Arikunto 2004) model Stake menekankan pada adanya pelaksanaan dua hal pokok yaitu deskripsi (description) dan pertimbangan (judgments) serta membedakan adanya tiga tahap dalam evaluasi program yaitu anteseden yang diartikan sebagai konteks, transaksi yang diartikan sebagai proses dan outcome yang diartikan sebagai hasil. Tiga hal tersebut itu dituliskan di antara dua matrik untuk menunjukkan objek atau sasaran evaluasi yang selanjutnya digambarkan sebagai deskripsi dan pertimbangan, menunjukkan langkah-langkah yang terjadi selama proses evaluasi.

Matriks pertama yaitu deskripsi yang berkaitan atau menyangkut dua hal yang menunjukkan posisi sesuatu yaitu apa maksud tujuan yang diharapkan oleh program dan pengamatan akibat atau apa yang sesungguhnya terjadi atau apa yang betul-betul terjadi, selanjutnya evaluator mengikuti matriks kedua yang menunjukkan langkah pertimbangan yang mengacu pada standar, ketika evaluator tengah mempertimbangkan program pendidikan. Maka harus melakukan dua perbandingan, yaitu (1) membandingkan kondisi hasil evaluasi program tertentu dengan yang terjadi di program lain, dengan objek sasaran yang sama; (2) membandingkan kondisi hasil pelaksanaan program dengan standar program yang bersangkutan dan didasarkan pada tujuan yang akan dicapai.

Analisis proses evaluasi yang dikemukakan Stake (1967, dalam Tayibnapis, 2000) membawa dampak yang cukup besar dalam model ini, antecedents (masukan), transaction (proses), dan outcomes (hasil) data dibandingkan tidak hanya untuk menentukan apakah ada perbedaan tujuan dengan keadaan yang sebenarnya, tetapi juga dibandingkan dengan standar yang absolut untuk menilai manfaat program.

e)    Responsive Evaluation Model (dikembangkan oleh Stake)

Menurut Stake (1967 dalam Azizi, 2008) telah menggariskan beberapa ciri pendekatan model evaluasi responsif, yaitu:

(1)     Lebih ke arah aktivitas program (proses) daripada tujuan program.
(2)     Mempunyai hubungan dengan banyak kalangan untuk mendapatkan hasil evaluasi.
(3)     Perbedaan nilai perspektif dari banyak individu menjadi ukuran dalam melaporkan kegagalan dan keberhasilan suatu program.

Pendekatan ini adalah sistem yang mengorbankan beberapa fakta dalam evaluasi dengan harapan dapat meningkatkan penggunaan hasil evaluasi kepada individu atau program itu sendiri. Model ini berdasarkan pada apa yang biasa individu lakukan untuk menilai suatu perkara. Untuk melaksanakan evaluasi ini, evaluator dipaksa bekerja lebih keras untuk memastikan individu yang dipilih memahami apa yang perlu dilakukan. Evaluator juga perlu membuat prosedur yang bakudan mencari serta mengatur tim untuk memperhatikan pelaksanaan program tersebut. Dengan bantuan tim, evaluator akan menyediakan catatan, deskripsi, hasil tujuan serta membuat grafik. Adapun tahapannya, yaitu:

(1)     Pelaksanaan awal evaluasi, evaluator dan klien (stakeholder) membuat perundingan tentang kontrak mengenai tujuan penilaian, validitas dan jaminan kerahasiaan. 
(2)     Mengenal pasti concern (perhatian), isu dan nilai-nilai dari stakeholder.
(3)     Mengumpulkan informasi yang memiliki hubungan dengan tujuan, isu, nilai yang dikenal pasti oleh stakeholder.
(4)     Penyediaan laporan mengenai keputusan atau alternatif. Laporan ini mengandung beberapa isu-isu dan perhatian yang dikenal betul oleh stakeholder.

f)    CSE-UCLA Evaluation Model (dikembangkan oleh Alkin)

CSE-UCLA terdiri dari dua singkatan, yaitu CSE dan UCLA. CSE merupakan singkatan dari Center for the Study of Evaluation, sedangkan UCLA merupakan singkatan dari University of California in Los Angeles. Ciri dari model CSE-UCLA adalah adanya lima tahap yang dilakukan dalam evaluasi, yaitu perencanaan, pengembangan, implementasi, hasil, dan dampak. Fernandes (1984, dalam Arikunto 2004) memberikan penjelasan tentang model CSE-UCLA menjadi empat tahap, yaitu:

(1)     Needs Assessment, yaitu evaluator memusatkan perhatian pada penentuan masalah. Pertanyaan yang diajukan:

(a)    Hal-hal apakah yang perlu dipertimbangkan sehubungan dengan keberadaan program?
(b)   Kebutuhan apakah yang terpenuhi sehubungan dengan adanya pelaksanaan program ini?
(c)    Tujuan jangka panjang apakah yang dapat dicapai melalui program ini?

(2)     Program Planning yaitu evaluator mengumpulkan data yang terkait langsung dengan pembelajaran dan mengarah pada pemenuhan kebutuhan yang telah diidentifikasi pada tahap kesatu. Dalam tahap perencanaan ini program PBM dievaluasi dengan cermat untuk mengetahui apakah rencana pembelajaran telah disusun berdasarkan hasil analisis kebutuhan.
(3)     Formative Evaluation yaitu evaluator memusatkan perhatian pada keterlaksanaan program. Dengan demikian, evaluator diharapkan betul-betul terlibat dalam program karena harus mengumpulkan data dan berbagai informasi dari pengembang program.
(4)     Summative Evaluation yaitu evaluator diharapkan dapat mengumpulkan semua data tentang hasil dan dampak dari program. Melalui evaluasi sumatif ini, diharapkan dapat diketahui apakah tujuan yang dirumuskan untuk program sudah tercapai dan jika belum, dicari bagian mana yang belum dan apa penyebabnya.

g)   CIPP Evaluation Model (dikembangkan oleh Stufflebeam)

Model ini bertitik tolak pada pandangan bahwa keberhasilan progran pendidikan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti: karakteristik peserta didik dan lingkungan, tujuan program dan peralatan yang digunakan, prosedur dan mekanisme pelaksanaan program itu sendiri. Stufflebeam melihat tujuan evaluasi sebagai:

(1)     Penetapan dan penyediaan informasi yang bermanfaat untuk menilai keputusan alternatif.
(2)     Membantu audience untuk menilai dan mengembangkan manfaat program pendidikan atau obyek.
(3)     Membantu pengembangan kebijakan dan program.

Model CIPP ini dikembangkan oleh Stufflebeam dan kawan-kawan (1967) di Ohio State University. CIPP yang merupakan sebuah singkatan, yaitu context evaluation (evaluasi konteks), input evaluation (evaluasi masukan), process evaluation (evaluasi proses) dan product evaluation (evaluasi terhadap hasil). Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:

(1)   Evaluasi konteks yaitu situasi atau latar belakang yang mempengaruhi jenis-jenis tujuan dan strategi pendidikan yang akan dikembangkan dalam program yang bersangkutan, seperti : kebijakan departemen atau unit kerja yang bersangkutan, sasaran yang ingin dicapai oleh unit kerja dalam kurun waktu tertentu, masalah ketenagaan yang dihadapi dalam unit kerja yang bersangkutan, dan sebagainya. Menurut Sarah Mc Cann dalam Arikunto (2004) evaluasi konteks meliputi penggambaran latar belakang program yang dievaluasi, memberikan tujuan program dan analisis kebutuhan dari suatu sistem, menentukan sasaran program, dan menentukan sejauhmana tawaran ini cukup responsif terhadap kebutuhan yang sudah diidentifikasi.
(2)   Evaluasi masukan (Input) yaitu evaluasi masukan yang tujuan utamanya adalah untuk mengaitkan tujuan, konteks, input, proses dengan hasil program. Disamping itu, evaluasi ini dibuat untuk memperbaiki program bukan untuk membuktikan suatu kebenaran (The purpose of evaluation is not to prove but to Improve, Stufflebeam, 1997 dalam Arikunto 2004). Evaluasi ini menolong mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternatif apa yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai kebutuhan, bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya.
(3)   Evaluasi proses yaitu diarahkan pada seberapa jauh kegiatan yang dilaksanakan sudah terlaksana sesuai dengan rencana. Evaluasi proses dalam model CIPP menunjuk pada "apa" (what) kegiatan yang dilakukan dalam program, "siapa" (who) orang yang ditunjuk sebagai penanggung jawab program, "kapan" (when) kegiatan akan selesai.
(4)   Evaluasi pada produk atau hasil yaitu hal-hal yang menunjukkan perubahan yang terjadi pada masukan mentah. Pertanyaan-pertanyaan yang bisa diajukan diantaranya:

(a)      Apakah tujuan-tujuan yang ditetapkan sudah tercapai?
(b)     Apakah kebutuhan peserta didik sudah dapat dipenuhi selama proses belajar mengajar?

h)   Discrepancy Model (dikembangkan oleh Provus)

Provus mendefinisikan evaluasi sebagai alat untuk membuat pertimbangan (judgement) atas kekurangan dan kelebihan suatu objek berdasarkan diantara standar dan kinerja. Model ini juga dianggap menggunakan pendekatan formatif dan berorientasi pada analisis system. Sementara pencapaiannya adalah lebih kepada apakah yang sebenarnya terjadi. Dalam model evaluasi ini, kebanyakan informasi yang diperoleh berbeda dengan yang dikumpulkan. Adapun caranya, yaitu:

(1)     Merencanakan bentuk penilaian, menentukan kemantapan suatu program.
(2)     Penilaian input, bertujuan membantu pihak pengurus dengan memastikan sumber yang diperlukan mencukupi.
(3)     Proses penilaian, memastikan aktivitas yang dirancang berjalan dengan lancer dan memiliki mutu seperti yang diharapkan.
(4)     Penilaian hasil, judgement di tahap pencapaian suatu hasil yang direncanakan.

Model Evaluasi Discrepancy (Provus, 1971) adalah suatu model evaluasi program yang menekankan pentingnya pemahaman sistem sebelum evaluasi. Model ini merupakan suatu prosedur problem solving untuk mengidentifikasi kelemahan (termasuk dalam pemilihan standar) dan untuk mengambil tindakan korektif. Dengan model ini, proses evaluasi pada langkah-langkah dan isi kategori sebagai cara memfasilitasi perbandingan capaian program dengan standar, sementara pada waktu yang sama mengidentifikasi standar untuk digunakan untuk perbandingan di masa depan, karena program terdiri atas langkah-langkah pengembangan, aktivitas evaluasi banyak diartikan adanya integrasi pada masing-masing komponennya, berupa:

(1)     Definition stage (tahap definisi) yaitu staf program yang mengorganisir berupa: (a) gambaran tujuan, proses, atau aktivitas dan kemudian; (b) menggambarkan sumber daya yang diperlukankan.
(2)     Installation stage (langkah instalasi), desain/ definisi program menjadi standar baku untuk diperbandingkan dengan penilaian operasi awal program.
(3)     Product stage (tahap proses), evaluasi ditandai dengan pengumpulan data untuk menjaga keterlaksanaan program.
(4)     Product stage (tahap produk), pengumpulan data dan analisa yang membantu ke arah penentuan tingkat capaian sasaran dari outcome.
(5)     Optional tahap cost benefit menunjukkan peluang untuk membandingkan hasil dengan yang dicapai oleh pendekatan lain yang serupa.

Pada masing-masing empat tahap di atas, perbandingan standard dengan capaian program untuk menentukan bila ada pertentangan. Penggunaan informasi pertentangan selalu mengarah pada satu dari empat pilihan:

(1)     Dilanjutkan ke tahap berikutnya bila tidak ada pertentangan.
(2)     Jika terdapat pertentangan, kembali mengulang tahap yang ada setelah merubah standar program.
(3)     Jika tahap 2 tidak bisa terpenuhi, kemudian mendaur ulang kembali ke langkah 1 tahap definisi program, untuk menggambarkan kembali program tersebut, kemudian memulai evaluasi pertentangan lagi pada tahap 1.
(4)     Jika tahap 3 tidak bisa terpenuhi pilihannya adalah mengakhiri program.

2.        Ketepatan penentuan model evaluasi program

Program dibedakan dibedakan menjadi berdasarkan jenis kegiatannya, yaitu program pemrosesan (mengubah sesuatu yang dianggap bahan mentah menjadi sesuatu yang dianggap barang jadi), program layanan (program yang bertujuan memberikan kepuasan pada pihak lain), dan program umum (program yang yang bersifat umum, tidak memiliki spesifikasi sebagaimana program pemprosesan dan program layanan). Ketepatan penentuan model evaluasi program bergantung pada jenis kegiatannya. Oleh karena itu tidak semua model evaluasi program dapat diterapkan.

3.        Rancangan evaluasi program

Halhal yang dicantumkan dalam rancangan program adalah (1) judul kegiatan, (2) alas an dilaksanakannya evaluasi, (3) tujuan  evaluasi, (4) pertanyaan evaluasi, (5) metodologi yang digunakan, dan (6) prosedur kerja dan langkahlangkah kegiatan.


4.        Perencanaan evaluasi program pendidikan

Dalam melaksanakan evaluasi pendidikan hendaknya dilakukan secara sistematis dan terstruktur. Evaluasi pendidikan secara garis besar melibatkan 3 unsur yaitu :

a)        Input yaitu bahan mentah yang dimasukkan kedalam transformasi, maksudnya siswa buru yang akan memasuki sekolah. Sebelum memasuki suatu tiungkat (institusi), calon siswa itu dinilai dahulu kemampuannya. Dengan evaluasi itu ingin diketahui apakah kelak ia akan mampu mengikuti pelajaran dan melaksanakan tugas­tugas yang diberikan padanya.
b)        Transformasi yaitu mesin yang bertugas mengubah bahan mentah menjadi bahan jadi. Sekolah itu terdiri dari beberapa mesin yang menyebabkan berhasil atau gagalnya transformasi. Bahan jadi yang diharapkan, dalam hal ini adalah siswa lulusan sekolah, yanya ditentukan oleh beberapa faktor sebagai akibat bekerjanya unsur-unsur yang ada. Unsur­Unsur transformasi, antara lain :

(1)     Guru dan personal lainnya.
(2)     Bahan pembelajaran.
(3)     Metode mengajar dan sistem evaluasi.
(4)     Sarana penunjang.
(5)     System administrasi.

c)      Output yaitu bahan jadi yang dihasilkan oleh transformasi yang dimaksud adalah siswa lulusan sekolah yang bersangkutan.Untuk dapat menetukan apakah seorang siswa berhak lulus atau tidak, perlu diadakan kegiatan evaluasi (Daryanto, 2008:7-8).

Langkah­langkah dalam melaksanakan kegiatan evaluasi pendidikan adalah sebagai berikut :

a)      Perencanaan (mengapa perlu evaluasi, apa saja yang hendak dievaluasi, tujuan evaluasi, teknik apa yang hendak dipakai, siapa yang hendak dievaluasi, kapan, dimana, penyusunan instrument, indikator, data apa saja yang hendak digali, dsb).
b)      Pengumpulan data (tes, observasi, kuesioner, dan sebagainya sesuai dengan tujuan).
c)      Verifikasi data (uji instrument, uji validitas, uji reliabilitas, dsb).
d)     Pengolahan data (memaknai data yang terkumpul, kualitatif atau kuantitatif, apakah hendak di olah dengan statistikatau non statistik, apakah dengan parametrik atau non parametrik, apakah dengan manual atau dengan software (misal : SAS, SPSS).
e)      Penafsiran data (ditafsirkan melalui berbagai teknik uji, diakhiri dengan uji hipotesis ditolak atau diterima, jika ditolak mengapa? Jika diterima mengapa? Berapa taraf signifikannya?) interpretasikan data tersebut secara berkesinambungan dengan tujuan evaluasi sehingga akan tampak hubungan sebab akibat. Apabila hubungan sebab akibat tersebut muncul maka akan lahir alternatif yang ditimbulkan oleh evaluasi itu (Wakhinudin, 2009).

f)       Teknik evaluasi pendidikan

Secara garis besar, teknik evaluasi yang digunakan dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu :

a)        Teknik non tes

(1)   Skala bertingkat (rating scale), skala menggambarkan suatu nilai yang berbentuk angka terhadap suatu hasil pertimbangan. Maka penilaian terhadap penampilan atau penggambaran kepribadiaan seseorang disajikan dalam bentuk skala.
(2)   Kuesioner (questionare), juga sering dikenal sebagai angket. Kuesioner adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi orang yang akan diukur (responden). Kuesioner dapat ditinjau dari  dua segi antara lain:

(a)      Dari segi siapa yang menjawab, yaitu (i) Kuesioner langsung, jika kuesioner tersebut dikirimkan dan diisi langsung oleh orang yang akan dimintai jawaban tentang dirinya; (ii) Kuesioner tidak langsung, yang dikirimkan dan diisi oleh bukan orang yang bimintai keterangannya.

(b)     Dari segi cara menjawab, yaitu (i) Kuesioner tertutup, kuesioner yang disusun dengan menyediakan pilihan jawaban langkah sehingga pengisi hanya tinggal memberi tanda pada jawaban yang dipilih; (ii) Kuesioner terbuka adalah kuesioner yang disusun sedemikian rupa sehingga para pengisi bebas mengemukakan pendapatnya.

(3)   Daftar chek list adalah deretan pernyataan dimana responden yang dievaluasi tinggal membubuhkan tanda cocok (√) ditempat yang sudah disediakan.
(4)   Wawancara (interview), suatu cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari responden dengan jalan tanya jawab sepihak. Pertanyaan hanya diajukan oleh subjek evaluasi. Wawancara dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu (i)  Wawancara bebas yaitu responden mempunyai kebebasan mengutarakan pendapatnya; (ii) Wawancara terpimpin yaitu responden pada waktu menjawab pertanyaan tinggal memilih jawaban yang sudah dipersiapkan oleh penanya (Daryanto, 2008:33).
(5)   Pengamatan (observation) suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti serta pencatatan secara sistematis. Secara umum observasi adalah cara menghimpun bahan­bahan keterangan (data) yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena­fenomena yang sedang dijadikan sasaran pengamatan. Menurut cara dan tujuannya observasi dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:

(a)     Obserfasi partisipatif dan non partisipatif, yaitu: (i) Observasi dimana orang yang mengobservasi (observer) ikut ambil bagian alam kegiatan yang dilakukan oleh objek yang diamatinya; (ii) Observasi non partisipatif, observasi tidak mengambil bagian dalam kegiatan yang dilakukan oleh objeknya.
(b)     Observasi sistematis dan observasi non sitematis, yaitu: (i) Observasi sistematis adalah observasi yang sebelum dilakukan, observer sudah mengatur sruktur yang berisi kategori atau kriteria, masalah yang akan diamati; (ii) observasi nonsistematis yaitu apabila dalam pengamatan tidak terdapat stuktur ketegori yang akan diamati.
(c)     Observasi experimental adalah observasi yang dilakukan secara nonpartisipatif tetapi sistematis.Tujuannya untuk mengetahui atau melihat perubahan, gejala­gejala sebagai akibat dari situasi yang sengaja diadakan.
(d)    Riwayat hidup adalah gambaran tentang keadaan seseorang selama dalam masa kehidupannya. Dengan mempelajari riwayat hidup, maka subjek evaluasi akan dapat menarik suatu kesimpulan tentang kepribadian kebiasaan dan sikap dari objek yang dimulai (Daryanto, 2008:34).

b)        Teknik tes

Menurut Webster’s Collegiate “Test any saries of questions or exercise or other means of measuring the skill, knowledge, capacities of aptitudes or an individual or group” tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan, atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Tes ada tiga macam, yaitu :

(1)     Diagnostic tes adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa, sehingga berdasarkan kelemahan­kelemahan tersebut dapat dilakukan pemberian perlakuan yang tepat.
(2)     Tes formatif, besal dari kata “form” yang merupakan dasar dari istilah “formatif” maka evaluasi formatif bertujuan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah terbentuk setelah mengikuti sesuatu program tertentu. Evaluasi formatif atau tes formatif diberikan pada akhir setiap program.
(3)     Tes sumatif, dilaksanakan setelah berakhirnya pemberian sekelompok program atau sebuah program yang lebih besar. Dalam pengalaman di sekolah tes formatif dapat disamakan dengan ulangan harian, sedangkan tes sumatif ini dapat disamakan dengan ulangan umum yang biasanya dilaksanakan pada akhir catur wulan atau akhir semester (Daryanto, 2008:35-42).


C.      Kesimpulan

Model dalam evaluasi program pendidikan yang dipergunakan untuk mengevaluasi keterlaksanaan program, yaitu goal oriented (berorientasi pada tujuan), decision oriented (berorientasi pada keputusan), transactional oriented (berorientasi pada kegiatan dan orang-orang yang menanganinya) dan research oriented (berorientasi pada pengaruh dan dampak program). Adapun model lainya, yaitu: Goal oriented evaluation Model (dikembangkan oleh Tyler), Goal Free Evaluation Model (dikembangkan oleh Michael Scriven), Formatif Summatif Evaluation Model (dikembangkan oleh Michael Scriven), Countenance Evaluation Model (dikembangkan oleh Stake) Responsive Evaluation Model (dikembangkan oleh Stake), CSE-UCLA Evaluation Model (dikembangkan oleh Alkin), CIPP Evaluation Model (dikembangkan oleh Stufflebeam) dan Discrepancy Model (dikembangkan oleh Provus).

Dalam melaksanakan evaluasi pendidikan hendaknya dilakukan secara sistematis dan terstruktur. Evaluasi pendidikan secara garis besar melibatkan tiga unsur yaitu input, transformasi dan output. 


DAFTAR PUSTAKA


Arifin, Zaenal. 2011. Evaluasi Pembelajaran Prinsip Teknik Prosedur. Bandung: PT remaja rosdakarya.
Arikunto, Suharsimi. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Daryanto, 2008. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Majid, Abdul. 2009. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Mukhtar, 2003. Desain Pembelajaran PAI. Jakarta: CV. Misaka Galiza.
Purwanto, Ngalim. 2010. Prinsip- Prinsip dan Teknologi Pengajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Sdijono, Anas. 2006. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sudjana, Djudju. 2008. Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

1 komentar:

  1. Ini mau tanya ituu kan dari 8 model evaluasi manakah yang paling berpotensi mendukung pencapaian evaluasi pendidikan

    BalasHapus