Pendahuluan
Pendidikan Islam dalam jalur pasar global yang ideal.
Pendidikan islam berkembang seiring dengan munculnya islam itu sendiri. Pasar
globalberkembang akibat dari adanya globalisasi ekonomi dunia. Meskipun muncul
dengan latar belakang yang berbeda, kedua hal ini saling berkaitan. Antara satu
dan yang lain, erat sekali hubungannya. Pasar globaltanpa pendidikan islam tak kan
terkendali. Pendidikan islam tanpa pasar globalakan terkekang. Bisa digambarkan
jika keduanya tak saling mengisi. Menurut Adam Smith, Pengertian pasar
global yaitu sebuah wadah yang dipakai untuk menampung yang dihasilkan oleh
setiap individu berpangkal pada paham kebebasan yang diberikan kepada
seluruhpelaku ekonomi agar dapat menjalankan kegiatan ekonomi sesuai dengan
keinginan mereka tanpa adanya campur tangan dari pemerintah negara tersebut
baik itu tugas presiden atau pun orang-orang yang berada di lembaga legislatif
dan strukturnya. Kebebasan adalah hak semua orang. Namun,jika seseorang sudah
mengambil keputusan, maka harus konsisten dan mengikuti tata tertib ataupun
peraturan yang berkaitan dengan pilihannya.
Begitu pula islam, tak ada paksaanuntuk memilih agama
islam, siapapun berhakmemilih agama yang ia percayai. Namun islam itu tidak
pernah berubah. Islam memiliki peraturan yang wajib diikuti setiap muslim. Dalam
melakukan segala sesuatu seorang muslim harus tetap berpedoman pada
syari’atislam. tidak berubahnya islam, bukan berarti islam tak bisa mengikuti
perkembangan zaman. Islam tidak mempersulit umatnya, peraturan dalam islam
dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan zaman namun tetap dalam syariat. Lalu
bagaimana arah
pendidikan islam
dalam menyikapi pasar bebas, apa saja peluang dan tantangan pendidikan islam
dalam menghadapi pasar bebas, sebagai agama yang mengayomi, bagaimana strategi
pendidikan islam dalam menghadapi pasar globalyang semakin meluas dan tak
terkendali, sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa pendidikan islam bukan
sekedar proses penanaman nilai moral untuk membentengi diri dari akses negative
globalisasi, tap yang paling penting adalah bagaimana nilai-nilai moral yang
telah ditanamkan pendidikan islam tersebut mampuberperan sebagai kekuatan
pembebas (liberating force) dari himpitan kemiskinan, kebodohan, dan
keterbelakangan social budaya dan ekonomi.
Pasar Bebas
Pasar adalah salah satu dari berbagai sistem, institusi,
prosedur, hubungan sosial dan infrastruktur dimana usaha menjual barang, jasa
dan tenaga kerja untuk orangorang dengan imbalan uang. Sedang pasar globaladalah
sebuah bentuk pasar
persaingan sempurna
dimana penjual dan pembeli berjumlah banyak dan keduanya mengetahui informasi
dengan baik, free exit dan free entry. Pada pasar sempurna, akan didapatkan
harga pasar atau market price secara alami, sebagaimana yang disebut oleh Adam
Smith sebagai invisible hand. Adam Smith berpendapat bahwa sistem pasar
globaladalah sistem ekonomi yang mewujudkan kegiatan ekonomi yang paling efisien
dan kemakmuran masyarakat yang paling optimum. Pandangannya ini termaktub dalam
bukunya “ An iquiry into the Nature and Causes of Wealth Nations tahun
1776(Sadono,1996)”.
Pasar globalmerupakan satu akibat dari adanya globalisasi
ekonomi dunia.Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) secara sederhana
mendefinisikan pasar globalsebagai pelaksanaan pasar ekonomi melalui kompetisi
bebas. Kompetisi bebas disini dapat diartikan bahwa semua orang akan dihadapkan
kepada persaingan dan kompetisi yang bersifat terbuka. Siapa yang berhasil memenangkan
persaingan atau kompetisi tersebut, merekalah yang akan dapat bertahan dalam
pasar global.
Pada tingkat dunia dikenal adanya General Agreement on
Trade (GAT) yang dikeluarkan oleh World Trade Organization sebagai bagian dari
agenda pasar globaldi seluruh dunia. Sedangkan pada tingkat lokal Asia Tenggara
terdapat Asean Free Trade Agreement (AFTA) yang merupakan bagian dari kebijakan
Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Kebijakan pasar globalbaik di tingkat internasional
maupun regional mau tidak mauakan menyebabkan ketatnya persaingansumber daya
manusia dalam pasar ekonomi bebas tersebut. Masyarakat dunia tidak punyapilihan
lain selain harus mampu menyikapi dengan baik dan strategis kebijakan ini. Apabila
tidak maka bersiaplah untuk tergerus dan terpinggirkan.
Lebih lanjut lagi jika kita menengok salah satu
perjanjian pasar globalyang
berhubungan dengan
Indonesia. Jika bicara mengenai pasar bebas, maka tak lepas dari perjanjian-perjanjian.
Biasa disebut dengan perjanjian perdagangan bebas atau Free Trade Agreeement
( FTA). Salah satu perjanjian yang penting dan mempunyai pengaruh yang
cukup besar adalah perjanjian perdagangan bebas Asean-China Free Trade Agreeement
(ACFTA) yang berlaku sejalan dengan tahapan-tahapan hingga 2018. Indonesia
sebagai bagian dari asean ikut menjadi pihak dan menandatangani perjanjian ACFTA
serta bermitra dengan china. Tetapi
didalam perjalanan
dampak dari perjanjian perdagangan bebas ACFTA sangat terasa hingga ke
sector-sektor strategis dan dapat mengancam kondisi ekonomi di Indonesia, terutama
dengan membanjirnya produk china ke Indonesia.
Sejarah dari perdagangan bebas adalah sejarah perdagangan
internasional,
yang memfokuskan
dalam pengembangan dari pasar terbuka. Diketahui bahwa bermacam kebudayaan yang
makmur sepanjang sejarah yang bertransaksi dalam perdagangan. Berdasarkan hal
ini, secara teoritis rasionalisasi sebagai kebijakan dari perdagangan bebas
akan menjadi hal yang menguntungkan ke Negara berkembang sepanjang waktu. Teori
ini berkembang dalam rasa modernnya dari kebudayaan komersil di Inggris, dan
lebih luas lagi di Eropa, sepanjang lima abad yang lalu. Sebelum kemunculan
perdagangan bebas, dan keberlanjutan hal tersebut hari ini, kebijakan dari
merkantilisme telah berkembang di Eropa tahun 1500.
Perdagangan bebas adalah kebijakan di mana pemerintah
tidak melakukan
diskriminasi
terhadap impor atau ekspor. Perdagangan bebas dicontohkan oleh Area Ekonomi
Eropa/Uni Eropa dan Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara, yang telah mendirikan
pasar terbuka dengan sangat sedikit pembatasan perdagangan. Sebagian besar
negara-negara adalah anggota saat ini adalah dari Organisasi Perdagangan Dunia
(WTO) perjanjian perdagangan multilateral. Namun, sebagian besar pemerintah
masih memberlakukan beberapa kebijakan proteksionis yang dimaksudkan untuk
mendukung kerja lokal, seperti penerapan tarif impor atau subsidi untuk ekspor.
Pemerintah juga dapat membatasi perdagangan bebas untuk membatasi ekspor sumber
daya alam. Hambatan lain yang dapat menghambat perdagangan termasuk impor
kuota, pajak, dan hambatan non-tarif, seperti undangundang peraturan.
Ekonom awal yang menolak merkantilisme adalah David
Richardo dan Adam Smith. Ekonom yang menganjurkan perdagangan bebas percaya
perdagangan adalah alasan mengapa peradaban tertentu makmur secara ekonomi.
Adam Smith, misalnya, menunjuk peningkatan perdagangan sebagai alasan untuk
berkembangnya bukan hanya budaya Mediteraniaseperti Mesir, Yunani, dan Roma,
tetapi juga dari Bengal (India Timur) dan China. Kemakmuran besar dari Belanda
setelah melemparkan Imperial kekuasaan Spanyol dan mengejar kebijakan
perdagangan bebas. membuat sengketa perdagangan bebas/merkantilis membuat
pertanyaan yang paling penting di bidang ekonomi selama berabad-abad. Kebijakan
perdagangan bebas telah berjuang dengan merkantilis, proteksionis, isolasionis,
komunis, populis, dan kebijakan lain selama berabad-abad.
Merkantilisme bisa dipandang sebagai upaya untuk
menerapkan prinsip ekonomi domestic atau tumah tangga pada tingkat nasional;
prinsip itu mengandaikan bahwa tujuan utama kebijakan Negara adalah keseimbangan
perdagangan yang positif, yang hasilnya adalah peningkatan persediaan emas atau
perak suatu bangsa. Namun mengandaikan deficit bangsa-bangsa lain sebagai
akibatnya, sehingga persaingan internasional tidak akan terelakan. Negara-negara
berusaha
mengarahkan kegiatan warganegaranya demi kepentingan nasional melalui sarana
bea, cukai dan control langsung atas impor dan ekspor, yang sekaligus disertai
system monopoli dan hak istimewa yang terinci dan pelik dalam
kegiatan
perdagangan yang lebih menguntungkan.
Namun, bagi Smith, keseimbangan perdagangan yang positif
itu bukanlah tujuan dalam dirinya sendiri. Kebijakan nasional harus bertujuan
memperluas produk nasional secara keseluruhan, dan perkembangan ini tidak harus
dipandang sebagai sesuatu yang hanya bisa dicapai dengan mengorbankan bangsa-bangsa
lain. Tak ada alasan mengapa semua bangsa tidak mampu meningkatkan kekayaannya.
Ini selanjutnya mengandaikan bahwa campur tangan politik terhadap perdagangan
atau produksi akan bertentangan dengan kepentingan nasional yang mendasar. Jika
masing-masing produsen dibiarkan mengurus diri mereka sendiri, mereka akan
berusaha sebaikbaiknya untuk memaksimalkan produksi mereka, sehingga produksi
nasional akan meningkat. Menurut penalaran Smith yang optimis itu, Negara harus
menghentikan campur tangan nya terhadap produksi sehingga semua hal akan
mengurus dirinya sndiri demi kebaikan satu dan smuanya; ‘laissez faire;
laissez passer’.
Jalan utama untuk meningkatkan produksi, menurut Smith
adalah dengan
mengembangkan
pembagian tenaga kerja. Ia melihat terjadinya peningkatan produksi secara
besar-besaran yang bisa dicapai melalui spesialisasi dan pengorganisasian yang
rasional didalam usaha-usaha manufaktur yang lebih maju pada zamannya, dan ia
membela penerapan prinsip yang serupa itu pada tingkat nasional, sehingga setiap
produsen atau pengusaha manufaktur akan melakukan spesialisasi dalam satu macam
produk dan bisa menggantungkan diri pada pasar untuk memastikan bahwa para produsen
lain juga memasok barang-barang lain yang diperlukan.
Perdagangan di Amerika kolonial diatur oleh sistem
Britania dagang melalui Kisah Perdagangan dan Navigasi. Sampai tahun 1760-an,
beberapa koloni secara terbuka menganjurkan untuk perdagangan bebas, sebagian
karena peraturan yang tidak ketat -New England terkenal karena penyelundupan-
tetapi juga karena pedagang kolonial tidak ingin bersaing dengan barang-barang asing
dan pengiriman. Menurut sejarawan Oliver Dickerson, keinginan untuk perdagangan
bebas bukan salah satu penyebab Revolusi Amerika. "Gagasan bahwa
praktek-praktek dasar pedagang dari abad kedelapan belas yang salah,"
tulis Dickerson, "bukanlah bagian dari pemikiran para pemimpin
Revolusioner".
Perdagangan bebas datang untuk apa yang akan menjadi
Amerika Serikat sebagai akibat dari Perang Revolusi Amerika, ketika Parlemen
Inggris mengeluarkan UU larangan, memblokade pelabuhan kolonial. Kongres Kontinental
menanggapi dengan efektif menyatakan kemandirian ekonomi, membuka port Amerika
untuk perdagangan luar negeripada tanggal 6 April 1776. Menurut sejarawan John
W. Tyler, "Perdagangan bebas telah dipaksa di Amerika, suka atau
tidak."
Arah Pendidikan
Islam Dalam Menyikapi Pasar Global
Pasar globalmerupakan salah satu dampak dari globalisasi
ekonomi dunia. Peran pendidikan islam bukan hanya memberikan ilmu agama, tetapi
juga pembenahan bangsa yang berakidah dan berakhlak mulia. Dan bagi guru
pendidikan islam bukan hanya memberikan ilmu dibidang agama saja, namun harus
bisa segala bidang,termasuk dalam bidang politik dan ekonomi. Yang menguntungkan
di era globalisasi bagi bangsa Indonesia adalah memberi kesempatan kerja sama
yang seluas-luasnya kepada Negara-negara asing. Tetapi di sisi lain, jika tidak
mampu bersaing dengan mereka, karena Sumber Daya Manusia (SDM) yang lemah, maka
konsekuensinya akan merugikan bangsa Indonesia sendiri.Tantangan kita pada masa
yang akan datang ialah meningkatkan daya saing dan keunggulan kompetitif di
semua sektor, baik sektor riil maupun moneter, dengan mengandalkan pada
kemampuan SDM, teknologi, dan manajemen tanpa mengurangi keunggulan komparatif
yang telah dimiliki bangsa kita.
Pendidikan di haruskan mampu menghadapi perubahan yang
cepat dan sangat besar dalam tentangan pasar bebas, dengan melahirkan
manusia-manusia yang berdaya saing tinggi dan tangguh.“Daya saing yang tinggi
yang akan menentukan tingkat kemajuan, efisiensi dan kualitas bangsa untuk dapat
memenangi persaingan era pasar globalyang ketat. Bangsa yang mampu membenahi
dirinya dengan meningkatkan sumber daya manusianya, kemungkinan besar akan
mampu bersaing dalam kompetisi sehat tersebut. peran pendidikan Islam di haruskan
menampilkan dirinya, apakah ia mampu mendidik dan menghasilkan para siswa yang
berdaya saing tinggi atau justru mundur dalam menghadapi gempuran berbagai
kemajuan dinamika globalisasi tersebut.“Era globalisasi adalah tantangan besar
bagi dunia pendidikan Islam. untuk itu kita harus sama-sama mempersiapkan diri dari
berbagai kemajuan dinamika globalisasi.
Peluang Dan
Tantangan Pendidikan Islam dalam Menghadapi Pasar Global
Keadaan pasar globalini tentu akan menimbulkan peluang
dan ancaman bagi bangsa Indonesia. Peluang itu berupa makin mudahnya barang dan
jasa produksi Indonesia untuk memasuki pasaran luar negeri. Hambatan non-tarif
(kuota, dsb.) bagi produk Indonesia ke negara lain akan makin tidak berarti.
Demikian pula, tenaga kerja Indonesia dapat bekerja dengan mudah di negeri
asing tanpa hambatan peraturan imigrasi yang berarti.Namun, di sisi lain, keadaan
itu juga dapat menimbulkan ancaman bagi Indonesia: barang, jasa, dan tenaga
kerja asing boleh masuk ke Indonesia dengan tanpa hambatan yang berarti. Akan
terjadi persaingan
kualitas barang, jasa, dan tenaga kerja dalam negeri dan luar negeri guna
merebut pasar dalam negeri. Dalam persaingan di bidang perdagangan, mereka yang
akan menang adalah yang memiliki keunggulan di bidang:Kualitas barang produk dan
jasa, Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi,Modal.
Di sinilah persoalan yang dihadapi negara berkembang
seperti Indonesia ini. Pada umumny, kita masih ketinggalan dalam tiga hal
tersebut. Tantangannya, mampukah kita menghadapi persaingan bebas seperti itu?
Bisakah kita menjadi tuan rumah di negeri sendiri? Atau, haruskah kita menjadi penonton
(bukan pemain) dalam pentas perekonomian di negeri sendiri?Untuk dapat ‘survive’
dalam era perdagangan bebas, suatu negara harus mempunyai SDM berkualitas dalam
jumlah yang cukup banyak. Di sinilah pentingnya peranpendidikan nasional.Dalam
kaitannya dengan PTAI sebagai lembaga pendidikan Islam, maka pertanyaan yang
muncul adalah“bagaimana format pendidikan di PTAI agar ia dapat tetap bertahan
hidup dan ikut memberi sumbangan yang berarti bagi penyiapan SDM yang siap
hidup dan memanfaatkan peluang yang ditimbulkan oleh perdagangan bebas?”
Syarat agar PTAI
dan lulusannya dapat survive di era perdagangan global
1.
Harus dapat merebut ‘pasar’ dalam dan luar negeri;
2.
Dalam melaksankan program pendidikannya, wawasan
(outlook) PTAI dan lulusannya harus tidak terbatas pada pasar dalam negeri saja
tetapi juga pasar luar negeri (kawasan ASEAN di tahun 2003 dan kawasan Asia
Pasifik di tahun 2010). Artinya, PTAI harus berkeinginan dan berusaha agar
orang asing berminat untuk belajar di PTAI dan lulusan PTAI juga harus berkeinginan
dan berusaha untuk bekerja di luar negeri.
3.
Harus jeli melihat peluang yang muncul, baik di dalam
maupun di luar negeri.
4.
Harus mengutamakan mutu yang memenuhi standar masyarakat
internasional.
Di zaman yang makin mengarah kepada industrialisasi ini,
mungkinkah PTAI masih diminati oleh masyarakat yang juga makin cenderung untuk
mengkaitkan pendidikan dengan pekerjaan di masa depan? Haruskah PTAI mengubah
dirinya menjadi Universitas sehingga dapat membuka Fakultas Teknologi dan
Ekonomi yang sedang laris?Menurut saya, tanpa mengubah main business PTAI,
yakni menyiapkan ahli agama, pun akan tetap dapat survive dan memiliki segmen
pasar di pentas dunia. Alasannya: Agama (terlebih Islam) masih akan tetap
dibutuhkan oleh manusia di negara mana pun dan dalam era atau situasi apapun. Pasar
di luar negeri saat ini masih terbuka luas, baik di tingkat ASEAN maupun di
Asia, Pasifik, dan Eropa. Kebutuhan akan pendidik agama Islam, da’i, imam
masjid, imam tentara, dan ahli tentang Islam di negeri Barat (seperti di AS dan
Eropa) saat ini makin meningkat dan mungkin akan terus meningkat seiring dengan
makin banyaknya pemeluk agama Islam di negeri tersebut. Demikian pula di negeri
ASEAN. Dalam hal persaingan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat itu, Islam
Indonesia memiliki kelebihan (competitive advantage) karena dikenal sebagai
Islam yang lebih sejuk jika dibandingkan dengan Islam dari Timur Tengah (faktor
budaya bangsa).
Langkah yang perlu dilakukan PTAI untuk mewujudkan
kemungkinan seperti di atas, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh
PTAI:
1.
Menetapkan sasaran (tujuan) yang ingin dicapai secara
jelas. Ada lima kriteria bagi perumusan tujuan yang efektif: (a) specific; (b)
measurable; (c) challenging; (d) realistic; (e) stated completion date. Contoh:
“dalam jangka lima tahun mendatang, 50% dari alumni PTAI Kediri mampu membaca
kitab kuning tanpa banyak kesulitan.” Atau, “dalam waktu tujuh tahun mendatang,
sedikitnya ada seorang lulusan PTAI yang dapat bekerja sebagai ahli agama di
Malaysia.”
2.
Setelah tujuan itu ditetapkan dengan jelas, maka langkah
berikutnya adalah membuat rencana untuk mewujudkan tujuan tersebut. Dalam
penyusunan rencana ini, kita menghitung ‘kekuatan’ dan ‘kelemahan’ kita dalam
hal SDM, dana, fasilitas, dsb. Dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan kita, maka
kita dapat mengusahakan untuk mengoptimalkan kekuatan kita itu dan meminimalkan
pengaruh kelemahan kita. Sesudah itu kita membuat program pencapaian tujuan
berdasarkan analisa kelemahan dan kekuatan itu. Dalam pendidikan, program
pencapaian tujuan ini biasanya berupa kurikulum. Program pendidikan ini
meliputi semua kegiatan, baik yang di dalam kelas maupun yang di luar kelas
(termasuk kegiatan intra-organisasi mahasiswa). Semua kegiatan ini harus disinergikan
guna mencapai tujuan yang diinginkan.
3.
Untuk menghadapi era pasar bebas, kurikulum PTAI harus
diarahkan untuk menghasilkan lulusan yang berwawasan global dan siap bertarung
dalam kancah persaingan global.
Untuk dapat menjadi lulusan seperti itu, maka lulusan
PTAI di masa depan
harus:Mampu
menggunakan Bahasa Arab, Inggris, dan bahasa internasional lain sebagai alat
komunikasi antar bangsa. Menguasai ilmu keislaman secara mantap dan komprehensif
dengan standar yang diinginkan oleh masyarakat internasional. Memiliki wawasan
dan sikap keilmuan yang mantap, mengingat pendektan ilmiah kini telah menjadi
bahasa pemikiran internasional. Memiliki wawasan global. Memiliki sikap kemandirian
dan kewirausahaan (entrepreneurship). Professional dalam bidangnya.
Mungkinkah langkah
itu dapat dilakukan?
Kenyataan yang sering terjadi adalah banyak saran yang
bagus dan diterima oleh para penentu kebijakan di PTAI dan Depag tetapi ketika
sampai pada tahap pelaksanaan, biasanya saran itu tidak ketahuan rimbanya karena
kendala birokrasi. Apakah saran tersebut realistis? Tidak sekedar utopia, impian
muluk yang tak akan pernah dapat direalisasikan?Menurut saya, hal itu dapat dilaksanakan
asal ada ‘kemauan’ dari fihak tri-sivitas akademika PTAI. Kurikulum PTAI tahun
1997 (1995 yang disempurnakan) memungkinkan pencapaian tujuan itu. Kurikulum
PTAI 1997 telah menyebutkan profil lulusan PTAI yang diharapkan sebagai berikut:
Memiliki wawasan kebangsaan yang mantap. Memiliki wawasan keilmuan yang mantap.
Memiliki pengetahuan dan wawasan keislaman yang mantap. Profesional dalam bidangnya.
Menguasai bahasa Arab dan Inggris. Memiliki keahlian tambahan di luar bidang
pokoknya.
Relevansi mata kuliah yang diberikan dalam kurikulum
nasional dengan profil tersebut juga dapat dilihat dengan jelas:Untuk membina
wawasan kebangsaan diberikan matakuliah Pancasila dan Kewiraan. Untuk membina
wawasan keilmuan diberikan matakuliah Filsafat, Metodologi Penelitian, IAD,
ISD, dan IBD.Untuk membina pengetahuan dan wawasan keislaman, diberikan mata
kuliah Metodologi Studi Islam, Ushul Fiqh, Ulumul Qur’an, Ulumul Hadith,
Ilmu Kalam, Ilmu
Tasauf, Fiqh, Hadith, Tafsir, dan Sejarah dan Peradaban Islam.Untuk membina
profesionalitas lulusan, diberikan mata kuliah yang relevan dengan Fakultas dan
Jurusannya.Untuk membina ketrampilan berbahasa Arab dan Inggris, diberikan matakuliah
bahasa Arab dan Inggris yang cukup banyak (masing-masing 12 sks, termasuk yang
ada di dalam kurikulum lokal). Ketrampilan/keahlian tambahan dapat diperoleh
melalui kurikulum lokal (ada sebanyak minimum 57 sks).
Jadi, secara birokratis dan akademis tidak ada hambatan
bagi PTAI untuk
mengembangkan diri
menjadi perguruan tinggi yang berwawasan global. Tinggal
apakah ada kemauan
(political will) dari mereka yang bertanggung jawab (pimpinan dan dosen) di
PTAI masing-masing. PTAI bisa memainkan kurikulum lokal (minimum 57 sks) untuk
menanamkan wawasan global (studi kawasan, studi bangsa-bangsa tertentu), wawsan
entrepreneurship, dan ketrampilan alternatif atau tambahan.
Beberapa hal yang
perlu diperhatikan
1.
Perlunya standarisasi kualitas Sederet nama matakuliah
yang bagus tidak akan ada artinya kalau kualitasnya tidak memenuhi standar yang
diinginkan masyarakat. Oleh karena itu, perlu ditetapkan standar yang mantap
untuk semua mata kuliah yang diberikan. Misalnya, apa standar penguasaan
ilmu-ilmu Al-Qur’an (Ulumul Qur’an) yang diinginkan (yang dijanjikan kepada)
masyarakat untuk tingkat S-1, S-2, dan S-3.? Standar penguasaan ilmu yang jelas
dan dapat diukur (measurable) akan memudahkan PTAI untuk mengukur apakah usaha
mereka telah berhasil atau belum dan, kalau belum, apa yang harus dilakukan
untuk memperbaiki kinerjanya itu?
2.
Perlunya prinsip efisiensi Efisien berarti mencapai
tujuan dengan penggunaan daya (tenaga, fikiran, waktu, dan dana) yang sehemat
mungkin. Mengingat jumlah sks dalam kurikulum itu terbatas dan waktu studi juga
terbatas (diusahakan sebagian besar mahasiswa dapat selesai dalam 8 semester),
maka harus diusahakan agar tidak ada isi mata kuliah yang tumpang tindih dan
berulang dalam beberapa mata kuliah yang berbeda (bersinggungan dengan sudut
tinjauan yang berbeda diperbolehkan). Prinsip belajar tuntas juga mengharuskan
kita mengusahakan agar seluruh cakupan materi dalam suatu ilmu dapat
diselesaikan secara tuntas dalam perkuliahan satu semester (jangan satu materi
di bagi menjadi beberapa semester tanpa kesatuan unit yang jelas). Pengetahuan
dasar yang harus dimiliki oleh mahasiswa hendaknya dapat dituntaskan dalam
matakuliah kurikulum nasional sehingga kurikulum lokal dapat digunakan untuk
program remedial, pendalaman, dan pengayaan (pemberian nilai tambah seperti yang
tersebut di atas).
3.
Perlunya mempertahankan relevansi kurikulum Kurikulum
PTAI harus diusahakan agar tetap relevan dengan kebutuhan riil masyarakat. Untuk
ini perlu sering dilakukan ‘penelitian pasar’ atau ‘need assessment’. Hal ini dimaksudkan
agar PTAI tetap relevan keberadaannya di masyarakat umum. Konsekuensinya, isi
kurikulum PTAI akan selalu berubah sesuai dengan perubahan kebutuhan (tuntutan)
masyarakat.
4.
Perlu ada reformasi PBM (Proses Belajar Mengajar) PBM di
PTAI harus diorientasikan ke ‘mengajari mahasiswa mengail ikan’ bukan ‘memberi
ikan kepada mahasiswa.’ Dosen harus lebih bersikap dan berfungsi sebagai trainer
daripada pemberi informasi (itu fungsi guru SD!).Untuk ‘melatih mahasiswa
mengail ikan (d.h.i. mencari ilmu), mahasiswa harus dilatih untuk mencari dan
mengolah informasi guna menemukan jawaban atas pertanyaanpertanyaan yang
mengganggu fikiran mereka (ingin mereka ketahui). Ini adalah proses research.
Dosen harus bertindak sebagai penggelitik rasa ingin tahu mahasiswa, motivator
mahasiswa untuk mencari dan mengolah informasi yang telah tersedia, dan pemberi
umpan balik atas hasil usaha mahasiswa itu. PBM di PTAI harus diubah dari
‘classroom centered’ menjadi ‘library centered’. Ini tentunya memerlukan perpustakaan
yang cukup lengkap, nyaman, dan user friendly.
5.
Perlunya menciptakan lingkungan akademis yang mendukung Untuk
mendukung prestasi akademis mahasiswa, PTAI perlu menciptakan lingkungan yang
mendukung proses belajar mengajar yang dapat mempermudah tercapainya sasaran di
atas. Hal ini meliputi:Sikap dan perilaku dosen. Dosen adalah ujung tombak yang
amat menentukan keberhasilan pencapaian sasaran yang telah ditetapkan. Mereka
harus memiliki kompetensi
dosen. Untuk meningkatkan kompetensi
dosen ini perlu diadakan penataran-penataran dan peraturan-peraturan. Manajemen
PTAI.Perpustakaan.Kegiatan ilmiah: diskusi dosen dan mahasiswa harus banyak dan
bermutu (bukan sekedar ada). Perilaku akhlaq karimah warga kampus.Kebersihan
dan keindahan lingkungan fisik kampus. Biro bantuan informasi lowongan kerja di
dalam dan di luar negeri.Sikap dan wawasan mahasiswa harus diusahakan agar berorientasi
ke depan, global, keilmuan, keislaman, dsb.
Strategi Pendidikan
Islam dalam Menghadapi Pasar Global
Dalam menghadapi pasar global dengan menggunakan berbagai
strategi, termasuk yang akan dihadapi tahun 2015, seperti Komunitas Ekonomi
ASEAN (ASEAN Economic Community/AEC), indonesia perlu melakukan langkah-langkah
strategis, yaitu: pertama Penyesuaian, persiapan dan perbaikan regulasi
baik secara kolektif maupun individual (reformasi regulasi), keduaPeningkatan
kualitas sumber daya manusia baik dalam birokrasi maupun dunia usaha ataupun
profesional, ketiga Penguatan posisi usaha skala menegah, kecil, dan
usaha pada umumnya, keempat Penguatan kemitraan antara sektor publik dan
swasta, kelimaMenciptakan iklim usaha yang kondusif dan mengurangi
ekonomi biaya tinggi, yang juga merupakan tujuan utama pemerintah dalam program
reformasi komprehensif di berbagai bidang seperti perpajakan, kepabeanan, dan
birokrasi, keenam Pengembangan sektor-sektor prioritas yang berdampak
luas dan komoditi unggulan, ketujuh Peningkatan partisipasi institusi pemerintah
maupun swasta untuk mengimplementasikan AEC Blueprint, kedelapanReformasi
kelembagaan dan kepemerintahan. Pada hakikatnya AEC Blueprint juga merupakan
program reformasi bersama yang dapat dijadikan referensi bagi reformasi di
Negara Anggota ASEAN termasuk Indonesia, kesembilan Penyediaan
kelembagaan dan permodalan yang mudah diakses oleh pelaku usaha dari berbagai
skala, kesepuluhPerbaikan infrastruktur fisik melalui pembangunan atau
perbaikan infrastruktur seperti transportasi, telekomunikasi, jalan tol, pelabuhan,
revitalisasi, dan restrukturisasi industri.
Kesimpulan
Pasar global adalah sebuah bentuk pasar persaingan
sempurna dimana penjual dan pembeli berjumlah banyak dan keduanya mengetahui
informasi dengan baik, free exit dan free entry. Pasar globalmerupakan
salah satu dampak dari globalisasi ekonomi dunia. Peran pendidikan islam bukan
hanya memberikan ilmu agama, tetapi juga pembenahan bangsa yang berakidah dan berakhlak
mulia. Dan bagi guru pendidikan islam bukan hanya memberikan ilmu dibidang agama
saja, namun harus bisa segala bidang, termasuk dalam bidang politik dan
ekonomi. Keadaan pasar globalini tentu akan menimbulkan peluang dan ancaman
bagi bangsa Indonesia. Peluang itu berupa makin mudahnya barang dan jasa
produksi Indonesia untuk memasuki pasaran luar negeri.
Daftar Pustaka
Afiana, Arsyi. Pendidikan Islam dan Pasar Bebas. UIN
Walisongo Samarang. TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam ISSN 2338-6673 E ISSN 2442-8280
Volume 3 Nomor 1 Februari 2015 Halaman 20-28.
Ariawan, “Perjanjian Perdagangan Bebas Dalam Era
Liberalisasi Perdagangan: Studi Mengenai Asean-China Free Trade Agreement
(ACFTA) Yang di Ikuti Oleh Indonesia”, Desertasi (Jakarta: Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, 2012)
Arif Surachman, Pustakawan Asia Tenggara Menghadapi
Globalisasi dan Pasar Bebas, Media Pustakawan,Vol.19 No.1 - Maret 2012.
Appleby, Joyce,The Relentless Revolution: A History of
Capitalism. New York,( New York: W.W. Norton & Company) 2010.
Dickerson, Oliver M. The Navigation Acts and the
American Revolution. (New York : Barnes),1963
Hans Fink, Filsafat Sosial dari Feodalisme Hingga
Pasar Bebas, terj. Sigit Djatmiko (Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2003)
Rori, Peran Pendidikan Islam di Era-Pasar Bebas,
Jumat (4/09/2014)
Tyler, John W. Smugglers & Patriots: Boston Merchants
and the Advent of the American Revolution. (Boston:Northeastern University
Press) 1986.
http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=7911,
dalam Kementrian Sekretariat Negara Republik Indonesia
http://www.pendidikanislam.net/index.php/makalah/41makalahtertulis/275peluangdan-ancaman-globalisasi-dan-informasi