A.
Pendahuluan
Dalam
keluarga pendidikan agama mempunyai posisi yang sangat strategis dalam
masyarakat yang sedang membangun, karena keluarga adalah lembaga terkecil dalam
masyarakat yang pada giIirannya dapat berperan membentuk masyarakat sebagaimana
yang diharapkan.
Sebagai
penegak risalah Islam, Nabi Muhammad SAW., memberikan contoh dalam menyampaikan
risalah terlebih dahulu kepada keluarganva yaitu Siti Khodijah r.a. yang tanpa
ragu-ragu menerima risalah tauhid yang disampaikan Nabi Muhammad SAW. Demikian
juga halnya putra-putri beliau dan seorang anak laki-laki yang sejak kecil
berada di bawah asuhannya, Ali bin Abi Tholib. Setelah itu. beliau menvampalkan
risalah tersebut kepada keluarga dekat yang lain baru kemudian masyarakat
sekitarnya. Agama harus dikenalkan sejak dini kepada anak, bahkan sejak
masih dalam kandungan. Pengenalan agama dilaksanakan secara terus menerus
melalui pembiasaan-pembiasaan bacaan dan perilaku baik yang dilaksanakan dalam
keluarga.
Islam
memandang bahwa anak mempunyai potensi untuk dikembangkan, tergantung dari cara
orang tua/pendidik memberi warna kepada anak didiknya. Islam juga melihat dari
sisi anak bahwa kelak dia akan menciptakan sejarah, sebagaimana tersirat dari
sabda Rasulullah SAW. ”Didiklah anak-anakmu, sesungguhnya mereka dijadikan
untuk menghadapi zaman yang tidak sama dengan zaman kamu”.
Kehidupan
yang kompleksitas dalam rumah tangga zaman sekarang ini sangat rawan begitu
juga di masyarakat sering dijumpai kenakalan remaja, seperti melakukan
kegiatan yang merugikan dan meresahkan masyarakat, umpamanya geng motor, tawuran
pelajar dan bahkan sampai kasus
perkosaan.
Hal inilah yang perlu mendapat perhatian dan tindakan positif dari orang
tua dalam memberikan pendidikan kepada anak anak.
Dalam
makalah ini, penulis memaparkan Strategi Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga
yang menjadi objek kajian yaitu keluarga Ajeungan Ape. Mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan pengetahuan
dan pencerahan bagi kita semua. Amin.
B.
Pembahasan
1. Aspek-Aspek Pendidikan Agama dalam Keluarga
Beberapa aspek yang sangat panting untuk diperhatikan orang tua
sebagai realisasi dari tanggung jawabnya dalam mendidik anak, adalah:
a)
Pendidikan ibadah.
b)
Pembinaan mengenai pokok-pokok ajaran Islam dan al-Qur’an.
c)
Pendidikan Akhlaq.
d)
Pendidikan aqidah lslamiyah
Keempat aspek inilah yang menjadi tiang utama dalam pendidikan
Islam. Aspek pendidikan tersebut tercakup dalam Surat Lukman ayat 12-19, Pendidikan
ibadah, yang dijelaskan dalam Surat Lukman ayat 17:
يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ
الْمُنكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ
﴿١٧﴾
Artinya: “Hai anakku, dirikanlah shalat
dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari
perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.
Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”.
(QS. Lukman:17).
Pendidikan shalat dalam ayat ini tidak terbatas tentang, kaifiyah untuk menjalankan shalat yang
lebih bersifat fiqhiyah, melainkan termasuk menanamkan nilai-nilai di balik
shalat. Sabda Nabi Muhammad SAW, yakni: “Perintahkan1ah anak-anakmu untuk
menjalankan ibadah shalat ketika mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah
mereka ketika telah berusia sepuluh tahun (belum mau menjalankan shalat) “.
(HR. Abu Dawud).
Pendidikan dan pengajaran Al-Qur’an serta pokok-pokok ajaran Islam
lain telah disebutkan dalam Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi
Thalib. Artinya “baik-baik dari
kamu sekalian adalah orang yang belajar Al-Qur’an kemudian mengajarkannya “.
(HR. Baihaqi). Mengenai pendidikan nilai dalam Islam sebagaimana
disebutkan dalam surat Lugman ayat 16 sebagai berikut :
يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِن تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِّنْ خَرْدَلٍ فَتَكُن
فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ
اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ ﴿١٦﴾
Artinya “(Luqman berkata): "Hai
anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada
dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan
mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha
Mengetahui”. (QS. Lukman:16).
Penanaman nilai-nilai baik yang bersifat universal kapanpun dan di
manapun dibutuhkan oleh manusia, menanamkan nilai-nilai baik tidak hanya
berdasarkan pertimbangan waktu dan tempat. Meskipun kebaikan itu hanya sedikit
jika dibandingkan dengan kejahatan, ibarat antara sebiji sawi dengan seluas
langit dan bumi, maka yang baik akan nampak baik, dan yang jahat akan nampak
sebagai kejahatan.
Sedangkan pendidikan akhlakul karimah menjadi sangat penting untuk
dikemukakan dalam pendidikan keluarga, sebagaimana disebutkan dalam Surat
Luqman ayat 14, 18 dan 19. Dari ayat tersebut menunjukkan bahwa tekanan utama
pendidikan keluarga dalam Islam adalah pendidikan akhlak, dengan jalan melatih
anak membiasakan hal-hal yang baik, menghormati kepada kedua orang tua,
bertingkah laku yang sopan baik dalam perilaku keseharian mauapun dalam
bertutur kata. Pendidikan akhlak tidak hanya dikemukakan secara teoritik,
melainkan disertai contoh-contoh konkrit untuk dihayati maknanya.
Aspek berikutnya dalam pendidikan Islam pada keluarga adalah
pendidikan aqidah Islamiyah. Aqidah adalah inti dari dasar keimanan seseorang
yang harus ditanamkan kepada anak secara dini, hal ini telah disebutkan dalam
surat Luqman ayat 13 sebagai berikut :
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ
بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ ﴿١٣﴾
Artinya : “Dan (ingatlah) ketika Luqman
berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai
anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan
(Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". (QS.Lukman:13).
Dari ayat tersebut Luqman telah diangkat kisahnya oleh Allah SWT
dalam Al-Qur’an yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW dan menjadi dasar
pedoman hidup setiap muslim. Ini berarti bahwa pola umum pendidikan keluarga.
menurut Islam dikembalikan kepada pola yang dilaksanakan Luqman dan anaknya.
Praktek pendidikan Islam Inilah yang dapat dipedomani bagi
umat Islam, yang menyangkut aspek utama tersebut, yakni pendidikan ibadah,
pendidikan nilai dan pengajaran Al-Qur’an, pendidikan akhlakul karimah, serta
pendidikan aqidah Islamiyah yang masih terbuka kesempatan bagi kita adalah pola
penerapan secara operasional yang disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan
kejiwaan dan perkembangan berpikir anak. Anak usia remaja dalam keadaan
pertumbuhan emosional yang goncang dan pertumbuhan kecerdasan yang cepat akan
sulit digunakan pendekatan otoriter. Penerapan pendekatan otoriter akan
menyebabkan kegoncangan yang lebih hebat dalam pertumbuhan emosinya, demikian
pula pemikiran kritis yang sudah mulai tumbuh akan menolak.
Pendekatan bebas atau permisive juga tidak mungkin dapat
diterapkan, sebab anak dalam keadaan emosi yang labil tidak dapat mengendalikan
diri sendiri dengan baik. pendiriannya mudah berubah dan goyah. Hal ini akan
sangat berbahaya delam pendidikan aqidah dan nilai-nilai Islam yang bersifat
universal dan mutlak. Karena itu yang tersirat dalam ayat 13 tersebut tidak ada
peluang untuk diperdebatkan, tanpa harus disertai dengan contoh jika memang,
pendidikan itu menyangkut masalah akidahpaling mendasar, tinggal anak mau
menerima atau tidak. Betapa pentingnya agama dan akhlak dalam kehidupan
manusia. Tidak dapat dipungkiri, kenyatan dimana-mana menunjukkan, bahwa
kehancuran suatu bangsa sering kali diakibatkan oleh rusaknya akhlak
orang-orang penting di Negara tersebut, terutama para pemimpin yang kurang kuat
imannya dalam menghadapi berbagai godaan, terutama harta.
Pertanyaan atau mesalah yang timbul adalah bagaimana cara
mendidik/ membentuk akhlakul karimah yang benar-benar dapat dijamin mutunya. Inilah
barangkali yang sedang dihadapi oleh bangsa kita (Indonesia) yang 90%
penduduknya beragama Islam, kenyataan akhlaknya kurang dapat diandalkan. Untuk
menjawab pertanyaan itu dengan sederhana tidak sulit, misalnya pendidikan Agama
di Sekolah sangat sedikit, hanya 2 jam pelajaran seminggu, di sekolah dasar dan
di tingkat menengah, sedangkan di perguruan tinggi hanya 2 SKS/satu semester
saja. Adapun pendidikan akhlak (budi pekerti) tidak ada sama sekali, baik pada
sekolah tingkat dasar, menengah maupun perguruan tinggi. Jika demikian halnya
di sekolah, tentu kita tidak dapat mengandalkan pendidikan akhlak di Sekolah,
masyarakat dengan media massanya, tidak banyak dapat diharapkan, bahkan
sebaliknya yang terjadi, dimana hal-hal yang bertentangan dengan akhlakul
karimah banyak ditayangkan lewat media massa elektronik.
Tumpuan harapan hanya satu, yaitu “keluarga” mengingat kemampuan
keluarga, untuk membimbing dan mendidik anak-anaknya sesuai dengan ketentuan
Agama juga kurang, sebab kurangnya pemahaman dan pengalaman Agama
dalam kehidupan.. Demikian juga pendidikan akhlak. Untuk menyelamatkan
kehidupan bangsa di masa sekarang dan yang akan datang, Pendidikan Agama dan
Pendidikan Akhlak harus dilaksanakan secara sungguh-sungguh dalam lingkungan
keluarga. Kita perlu memberi bekal kepada semua keluarga agar mampu mengasuh,
membimbing dan mendidik anak-anaknya agar menjadi orang Islam yang berakhlak
terpuji.
2. Dasar
Pendidikan Agama dalam Keluarga
Dr. H. Samsu Uwes, M.Pd. mengatakan
bahwa: Masa depan kualitas kehidupan suatu generasi, terkait dan sangat
dipengaruhi oleh suasana kehidupan keluarga masa kini. Mutu moral
kehidupan yang telah melembaga dalam suatu rumah tangga akan sangat
mempengaruhi moral anak turunannya (karakter anak-anaknya). Bila kualitas moral
dan karakter suatu keluarga tinggi, akan tinggi pula peluang keberhasilan anak
turunannya, demikian juga sebaliknya. (Mimbar pendidikan, 2004:34).
Keluarga
merupakan pendidikan pertama dan yang utama bagi anak. Karena dalam keluargalah
anak mengawali perkembangannya. Baik itu perkembangan jasmani maupun
perkembangan rohani. Peran keluarga dalam pendidikan bagi anak yang paling
utama ialah dalam penanaman sikap dan nilai hidup, pengembangan bakat dan
minat, serta pembinaan kepribadian. Adapun yang bertindak sebagai pendidik
dalam pendidikan agama dalam keluarga ialah orang tua yaitu ayah dan ibu serta
semua orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak itu seperti
kakek, nenek, paman, bibi dan kakak. Namun yang paling utama ialah ayah dan
ibu.
Orang tua
harus memperhatikan perkembangan jasmani, akal, dan rohani anak-anaknya, dengan
tujuan agar anak dapat berkembang secara maksimal. Perlu disadari pula bahwa
anak dilahirkan dengan membawa bakat, potensi, kemampuan serta sikap dan sifat
yang berbeda untuk itu orang tua sebagai pendidik dalam keluarga perlu memahami
perkembangan jiwa anak, agar dapat menentukan metode yang sepatutnya diterapkan
dalam mendidik dan membimbing anak-anaknya. Orang tua harus bersikap lemah
lembut serta tidak boleh memaksakan metode yang tidak sesuai dengan
perkembangan jiwa anak.
Setiap anak
adalah individu yang tidak dapat diibaratkan sebagai tanah liat yang bisa”dibentuk”
sesuka hati oleh orang tua. Namun harus disesuaikan dengan perkembangan jiwa
dan potensi anak sebagai tanda kasih sayang dan tanggungjawab moral orang tua
yang secara konsisten dilandasi oleh sikap dipercaya dan mempunyai suatu pola
relasi hubungan antara kesadaran kewajiban dengan kepatuhan terhadap orang tua
atas kesadaran tersebut. (Samiawan, 2002:57).
Pendidikan
yang paling utama dalam keluarga ialah yang mencakup pendidikan ruhani anak
atau pendidikan agama. Pendidikan agama dimaksudkan untuk meningkatkan potensi
spiritual anak agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa pada Tuhan Yang Maha
Esa dan berakhlak mulia.
Menurut
Prof. Ahmad tafsir dalam bukunya ilmu pendidikan dalam persfektif islam (2007:
157), ada dua arah mengenai kegunaan pendidikan agama dalam keluarga. Pertama,
penanaman nilai dalam arti pandangan hidup yang kelak mewarnai
perkwembangan jasmani akalnya. Kedua, penanaman sikap yang kelak menjadi basis
dalam menghargai guru dan pengetahuan di sekolah.
Memasuki era
globalisasi yang ditandai dengan berbagai perubahan tata nilai, maka anak harus
disiapkan sedini mungkin dari hal-hal yang dapat merusak mental dan moral anak,
yaitu dengan dasar pendidikan agama dalam keluarga. Sehingga anak diharapkan
mampu menyaring dan tangguh dalam menghadapi tantangan, hambatan, dan perubahan
yang muncul dalam pergaulan masyarakat.
Menurut
Al-Ghazali, bahwa anak adalah amanat dari Allah Swt. dan harus dijaga dan
dididik untuk mencapai keutamaan dalam hidup dan mendekatkan diri pada Allah
Swt.. Semuanya bayi yang dilahirkan ke dunia bagaikan sebuah mutiara yang belum
diukur dan belum berbentuk tapi amat bernilai tinggi. Maka kedua orang
tuanyalah yang akan mengukir dan membentuknya menjadi mutiara yang berkualitas
tinggi dan disenangi semua orang.
Dari uraian
diatas jelaslah bahwa tanggung jawab orang tua terhadap anaknya sangatlah
besar, terutama dalam pendidikannya. Pendidikan agama dalam keluarga telah
disyariatkan oleh Allah Swt. dalam Al-qur’an
Surat
At-Tahrim ayat 6.
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ
عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ
مَا يُؤْمَرُونَ ﴿٦﴾
Artinya: Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
Surat Al-Kahfi
ayat 46
الْمَالُ وَالْبَنُونَ
زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِندَ رَبِّكَ
ثَوَاباً وَخَيْرٌ أَمَلاً ﴿٤٦﴾
Artinya: Harta dan
anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi
saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk
menjadi harapan.
Al-quran
Surat Furqon ayat 74-75
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا
لِلْمُتَّقِينَ إِمَاماً ﴿٧٤﴾ أُوْلَئِكَ يُجْزَوْنَ الْغُرْفَةَ بِمَا صَبَرُوا وَيُلَقَّوْنَ
فِيهَا تَحِيَّةً وَسَلَاماً ﴿٧٥﴾
Artinya: Dan
orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami
isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan
jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. Mereka
itulah orang yang dibalasi dengan martabat yang tinggi (dalam surga) karena
kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di
dalamnya.
Rasululloh
Saw bersabda:
Artinya: Semua anak
dilahirkan membawa fitrah(bakat keagamaan), maka terserah kepada kedua orang
tuanya untuk menjadikan beragama Yahudi, atau Nasrani, atau Majusi. (HR
Muslim).
Artinya: Kewajiban
orang tua kepada anaknya ialah memberi nama yang baik, mendidik sopan santun
dan mengajari tulis menulis, renang, memanah, memberi makan dengan makanan yang
baik serta mengawinkannya apabila ia telah mencapai dewasa. (HR Muslim).
Artinya: “Suruhlah
anak-anakmu Shalat ketika berusia tujuh tahun, dan pukulah mereka (jika tidak
mau) Shalat ketika sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka (HR.
Abu Dawud)
Dari
beberapa keterangan diatas, baik Al-qur’an maupun hadits mengisyaratkan bahwa
pendidikan dalam keluarga itu sangat penting terutama dalam pendidikan agama.
Pendidikan yang ditanamkan orang tua pada anak merupakan landasan dasar
berpijak anak dalam berpikir dan berkembang secara jasmani, rohani dan mental
anak. Dalam pandangan Islam, pendidikan
dimulai dalam keluarga jauh sebelum anak lahir, yaitu dengan terlebih dahulu
memilih pasangan hidup.
Calon ayah
harus memilih calon ibu yang baik, begitupun sebaliknya. Karena ayah dan ibu
akan berpengaruh besar terhadap perkembangan anak-anaknya. Ayah dan ibu yang
tidak baik, tidak akan mampu mendidik anaknya untuk menjadi baik. Dalam hal
ini, Rasululloh Saw memberikan kriteria, yaitu artinya: Wanita dinikahi karena empat kriteria:
Karena hartanya banyak, karena turunannya baik, karena rupanya baik, karena
agamanya baik. Beruntunglah kamu yang memilih wanita karena agamanya, dengan
demikian kamu akan berbahagia (HR. Bukhori Muslim).
Kriteria
penting menurut hadits di atas ialah beragama. Harta dan kecantikan satu saat
akan hilang, begitu pula dengan keturunan baik tidak akan menjamin kebahagiaan.
Bahkan dengan harta, kecantikan, dan turunan baik mungkin akan membuat
seseorang tinggi hati dan sombong. Dan yang menjamin kebahagiaan seseorang
ialah apabila orang itu beragama, dan berpegang teguh pada ajaran agamanya.
Itulah yang akan menyelamatkannya di dunia dan akhirat.
Pendidikan
anak sebelum anak lahir sebenarnya dilakukan bukan terhadap anak itu, melainkan
terhadap ayah dan ibunya yang secara tidak langsung akan mempengaruhi
perkembangan anak, terutama saat proses kehamilan. Kedua belah pihak yaitu ayah
dan ibu diharapkan hidup tenang, banyak berdoa dan beribadah pada Allah Swt.
agar diberi anak yang cerdas, luhur budi pekertinya dan rupawan. Setelah anak
lahir, barulah pendidikan itu dilakukan secara langsung pada anak tersebut.
Ada beberapa
upaya dalam pandangan Islam yang semestinya dilakukan orang tua dalam
pendidikan anak diantaranya sebagai berikut:
a)
Melakukan azan dan iqamah, azan di
telinga kanan dan iqamah di telinga kiri. Hal ini menurut Ibn al-doyyin
al-Jaujiyah dimaksudkan agar getaran-getaran pertama yang didengar oleh manusia
adalah kalimat panggilan agung yang mengandung kebesaran Allah Swt. dan
kesaksian pertama masuk Islam.
b)
Mencukur rambut pada saat bayi
berusia 7 hari, dan melakukan Aqiqah, sebagai sunnah Rasululloh Saw.
c)
Memberi nama yang baik, Orang tua hendaknya memberikan nama
yang baik bagi anak-anaknya.
Nama dapat mempengaruhi pergaulan anak. Nama yang baik akan menumbuhkan rasa percaya diri pada
anak, dan sebaliknya nama yang buruk akan menjadikan anak minder, karena
namanya menjadi bahan olok-olokan oleh temannya.
d)
Melakukan khitan, adapun kegunaan khitan dalam
pendidikan anak antara lain:
(1)
Anak dilatih mengikuti ajaran Nabi
(2)
Khitan membedakan pemeluk Islam dari
pemeluk agama lain.
(3)
Khitan merupakan pengakuan
penghambaan manusia terhadap Tuhan.
(4)
Khitan membersihkan badan, berguna
bagi kesehatan, memperkuat syahwat.
e)
Menyusui bayi
Menyusui
bayi mempunyai dampak
positif terhadap perkembangan anak, baik fisik maupun
mental. Dari segi perkembangan fisik, susu ibu lebih baik daripada susu buatan
atau hewan. Pada saat ibu menyusui anaknya, sebenarnya ia sedang mencurahkan
kasih sayangnya kepada anak dan akan dirasakan sebagai suatu kehangatan kasih
ibu yang melindungi.
Pendidikan
agama yang ditanamkan orang tua sejak dini pada
anak
berperan penting dalam kehidupan anak. Karena nilai-nilai agama yang
terinternalisasi sejak kecil akan menjadi benteng moral yang kokoh, dan mampu
mengontrol tingkah laku dan jalan kehidupan anak, serta menjadi obat bagi jiwa
anak.
Zakiah
Daradjat (1982: 57) mengemukakan bahwa agama yang ditanamkan sejak kecil kepada
anak-anak akan menjadi bagian dari unsur-unsur kepribadiannya, yang dapat
menjadi pengendali dalam menghadapi keinginan dan dorongan yang timbul.
Keyakinan terhadap agama akan mengatur sikap dan tingkah laku seseorang secara
otomatis dari dalam.
3. Pola
Pendidikan Keluarga
Pola atau
dapat disebut juga sebagai metode merupakan suatu cara yang dilakukan oleh
pendidik dalam menyampaikan nilai-nilai atau materi pendidikan pada peserta
didik untuk mencapai tujuan pendidikan itu sendiri sebagai salah satu komponen
penting dalam proses pendidikan, pola atau metode dituntut untuk selalu dinamis
sesuai dengan dinamika dan perkembangan peradaban manusia.
Pola atau
metode pendidikan agama dalam Islam pada dasarnya mencontoh pada perilaku
Nabi Muhammad Saw dalam membina keluarga dan sahabatnya. Karena segala apa yang
dilakukan oleh Nabi Muhammad merupakan manifestasi dari kandungan al-Qur’an.
Adapun dalam pelaksanaannya, Nabi memberikan kesempatan pada para pengikutnya
untuk mengembangkan cara sendiri selama cara tersebut tidak bertentangan dengan
prinsip-prinsip pelaksanaan pendidikan yang dilakukan oleh Nabi.
Abdulrahman
Al-Nahlawi dalam bukunya Ushulu al-Tarbiyah al-Islamiyah wa Ashalibiha (1983)
mencoba mengembangkan metode pendidikan Qurani. (Syahidin, 2005:59) yang disebut metode pendidikan
Qurani ialah salah satu metode pendidikan yang berdasarkan kandungan al-Qur’an
dan as-Sunnah. Dalam hal ini, segala bentuk upaya pendidikan didasarkan kepada
nilai-nilai yang terdapat dalam al-Quran dan as-Sunnah. Firman Allah Swt dalam Surat Al-Baqarah:185
شَهْرُ رَمَضَانَ
الَّذِيَ أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَن كَانَ مَرِيضاً أَوْ عَلَى سَفَرٍ
فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ
الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُواْ الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُواْ اللّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ
وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ ﴿١٨٥﴾
Artinya: (Beberapa
hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya
diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan
yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya)
di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit
atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa),
sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah
menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan
hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah
atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (QS. Al-Baqarah:185).
Ayat diatas
mengisyaratkan bahwa al-Qur’an selain berfungsi sebagai sumber nilai yang harus
dikembangkan dalam dunia pendidikan, juga dapat dijadikan sebagai sumber dalam
melakukan tindakan pendidikan
(Syahidin,
2005:63).
Tujuan
pendidikan Qurani diarahkan kepada suatu hasil yang bersifat fisik, mental, dan
spiritual. Ketiga hal tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh yang akan
membentuk kepribadian peserta didik. Tujuan yang bersifat fisik yaitu tingkah laku yang
tampak secara nyata, berupa tindakan-tindakan pengalaman ibadah ritual. Sedangkan
tujuan yang bersifat mental berkaitan dengan tanggungjawab pengembangan
intelegensi yang mengantarkan peserta didik kepada kebenaran tertinggi melalui
penyajian fakta-fakta yang relevan dan memadai, dimana fakta-fakta itu dapat
memberikan kesaksian dan eksistensi Allah Swt. Disamping itu bertujuan untuk mendorong dan
mengantarkan peserta didik kepada berfikir logis dan kritis.
Sementara
tujuan spiritual berkaitan dengan kualitas-kualitas ruhaniah manusia yang
mengarah pada perwujudan kualitas kepribadian yang bersifat ruhaniah dan
penampakan pengaruhnya pada perilaku yang nyata dalam tingkah laku, akhlak dan
moralitas yang mencerminkan kualitas pendidikan. Dalam pelaksanaan pendidikan agama dalam keluarga
dapat menggunakan pola atau metode pendidikan Qurani. Adapun pola-pola
pendidikan Qurani yang dapat dilakukan dalam pendidikan agama dalam keluarga
diantaranya sebagai berikut:
a)
Metode keteladanan yaitu suatu pola atau metode
pendidikan dengan cara memberikan contoh yang baik kepada anak didik, baik dalam
ucapan maupun perbuatan. Keteladanan merupakan salah satu metode pendidikan
yang diterapkan Rasululloh dan dianggap paling banyak pengaruhnya terhadap
keberhasilan menyampaikan misi da’wahnya. Sebagai umat Islam, sudah seharusnya
kita mencontoh perilaku Nabi Muhammad Saw, karena dalam dirinya telah ada
keteladanan yang mencerminkan dalam Al-qur’an Surat Al-Ahzab:21:
لَقَدْ كَانَ
لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ
الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيراً ﴿٢١﴾
Artinya: Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah.
(QS. Al-Ahzab:21).
Secara paedagogis, manusia telah diberi
fitrah oleh Allah SWT untuk mencari Suri teladan yang dapat dijadikan sebagai
pedoman dalam hidupnya, dan yang dapat menjelaskan pada mereka bagaimana seharusnya
menjalankan syari’at Allah SWT.
b)
Metode Qishah Qur’ani yaitu cerita yang ada dalam Al-quran
tentang umat-umat terdahulu, baik informasi tentang kenabian maupun
peristiwa-peristiwa yang terjadi pada umat terdahulu. Cerita-cerita yang ada
dalam Al-qur’an bukan cerita dongeng. Namun cerita-cerita dalam Al-qur’an
merupakan peristiwa-peristiwa yang benar-benar terjadi dan dapat diambil
hikmahnya.
Sebagaimana dalam Firman Allah Swt pada QS. Surat Yusuf:111:
Artinya:
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang
yang mempunyai akal. Al Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan
tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala
sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.
Dengan Qishash Qurani ini diharapkan
pada diri anak tertanamnya kesadaran dalam menjalankan syariat agama,
keikhlasan dan ketawakalan dalam beribadah ataupun dalam menghadapi segala
cobaan yang dihadapinya, serta menumbuhkan rasa cinta pada kebaikan dan rasa
benci kepada kezaliman dan kemungkaran.
c)
Metode Targhib-tarhib
Kata Targhib
berasal dari kata kerja “raghaba” yang berarti menyenangi, menyukai, dan
mencintai, kemudian kata itu diubah menjadi kata benda yaitu “targhib” yang
bermakna suatu harapan untuk memperoleh kesenangan, kecintaan, kebaghagiaan.
Sedangkan Tarhib berasal dari kata “Rahhaba” yang berarti menakut-nakuti atau
mengancam kemudian kata itu diubah menjadi kata benda yaitu “Tarhib” yang
berarti ancaman, hukuman.
Abdurrahman
Al-Nahlawi mendefinisikan bahwa yang dimaksud dengan Targhib adalah janji
yang disertai dengan bujukan dan membuat senang terhadap sesuatu yang maslahat
terhadap kenikmatan atau kesenangan akhirat yang baik dan pasti, serta bersih
dari segala kotoran yang kemudian diteruskan dengan melakukan amal shaleh dan
menjauhi kenikmatan selintas yang mengandung bahaya dan perbuatan buruk.
Sementara Tarhib ialah suatu ancaman atau siksaan sebagai akibat melakukan dosa
atau kesalahan yang dilarang Allah, atau akibat lengah dalam menjalankan
kewajiban dari Allah. (Syahidin, 2005: 170-171).
Metode
Targhib-Tarhib sangat cocok untuk mempengaruhi jiwa anak didik
karena kecintaan akan keindahan,
kenikmatan, dan
kesenangan
hidup, serta rasa takut akan kepedihan, dan kesengsaraan.
C.
Kesimpulan
Pendidikan Agama dalam
Keluarga sangat penting. Beberapa aspek yang sangat panting untuk diperhatikan
orang tua sebagai realisasi dari tanggung jawabnya dalam mendidik anak adalah pendidikan
ibadah, pembinaan mengenai pokok-pokok ajaran islam dan al-qur’an, pendidikan
akhlaq dan pendidikan aqidah lslamiyah.
Sesungguhnya
yang mengarahkan perilaku (akhlak) seseorang adalah kepribadiannya.
Kepribadian itu terbentuk melalui seluruh pengalaman yang diperolehnya,
termasuk pengalaman janin dalam kandungan. Apabila pengalaman yang diperoleh
itu banyak yang positif, maka unsur positiflah yang lebih berpengaruh dalam
kepribadian orang tersebut, karena setiap orang mempunyai kebutuhan,seperti
Kebutuhan akan kasih sayang. Kebutuhan akan rasa aman. Kebutuhan akan harga
diri. Kebutuhan akan rasa bebas. Kebutuhan akan rasa sukses. Kebutuhan akan
rasa ingin tahu.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Maraghy, Ahmad Mustafa. Tafsir Al-Maraghy, Juzu’ 21, Mesir, tt.
Al-Hamdani, HSA.1980. Risalah Nikah, Raja Murah, Pekalongan,1980.
Arifin, Moh. 1977. Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama Dilingkungan Sekolah
Dan Keluarga, Jakarta: Bulan Bintang.
Ahyadi, Abdul Azis. 1995. Psikologi Agama Kepribadian, Sinar Baru Algesindo.
A. Nasir, Sahilan. 1999. Peranan Pendidikan Agama terhadap Kenekalan Remaja, Jakarta : Kalam Mulia.
Arifin,
H.M.,1994. Ilmu Pendidikan Islam; suatu Tinjau Teoritis dan Praktis
Berdasarkan Pendekatan Interdisiplin, Jakarta : Bumi Aksara.
As-Shan`any,
Ismail Imam. Subulussalam, Syarah Bulughul Maram,Juzu
III, Dahlan, .Eiah ung, 1182 H.
Daradjat, Zakiah dkk., 1996. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi
Aksara.
Departen Agama RI, Al-Quran dan
Terjemahnya, Surabaya . Surya Cipta. Aksara, 1993
Hafiz, Imam.
Al- Jamius Shaghir, Juzu II, Mesir, tt.
Idris,
Ahmad. 1969. Fiqh Syafi`i, Jilid II, Wijaya, Jakarta.
Imam
Jalil Hafiz Ismail Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Juzu` IV, Al-Azhar, tt,
Jalaluddin. 2002. Psikologi Agama, Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Muslim,
Imam.1924. Shahih Muslim Dengan Syarah Imam Nawawi, Juzu` 9 Mesir.
Ramayulis, 2002. llmu Pendidikan Islam, Kalam Mulia.
Sulaiman, Fattiyah Hasan.1986. Alam Pikiran al-Ghazali Mengenai Pendidikan dan Ilmu. Bandung : Diponegoro.
Tafsir, Ahmad. 2000. Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bandung :
PT. Remaja Rosdakarya.
0 komentar:
Posting Komentar