Sabtu, 04 Februari 2017

STRATEGI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM KELUARGA



A.      Pendahuluan

Dalam keluarga pendidikan agama mempunyai posisi yang  sangat strategis dalam masyarakat yang sedang membangun, karena keluarga adalah lembaga terkecil dalam masyarakat yang pada giIirannya dapat berperan membentuk masyarakat sebagaimana yang diharapkan.

Sebagai penegak risalah Islam, Nabi Muhammad SAW., memberikan contoh dalam menyampaikan risalah terlebih dahulu kepada keluarganva yaitu Siti Khodijah r.a. yang tanpa ragu-ragu menerima risalah tauhid yang disampaikan Nabi Muhammad SAW. Demikian juga halnya putra-putri beliau dan seorang anak laki-laki yang sejak kecil berada di bawah asuhannya, Ali bin Abi Tholib. Setelah itu. beliau menvampalkan risalah tersebut kepada keluarga dekat yang lain baru kemudian masyarakat sekitarnya. Agama harus dikenalkan sejak dini kepada anak, bahkan sejak masih dalam kandungan. Pengenalan agama dilaksanakan secara terus menerus melalui pembiasaan-pembiasaan bacaan dan perilaku baik yang dilaksanakan dalam keluarga.

Islam memandang bahwa anak mempunyai potensi untuk dikembangkan, tergantung dari cara orang tua/pendidik memberi warna kepada anak didiknya. Islam juga melihat dari sisi anak bahwa kelak dia akan menciptakan sejarah, sebagaimana tersirat dari sabda Rasulullah SAW. ”Didiklah anak-anakmu, sesungguhnya mereka dijadikan untuk menghadapi zaman yang tidak sama dengan zaman kamu”.

Kehidupan yang kompleksitas dalam rumah tangga zaman sekarang ini sangat rawan begitu juga di masyarakat sering  dijumpai kenakalan remaja, seperti melakukan kegiatan yang merugikan dan meresahkan masyarakat, umpamanya geng motor, tawuran pelajar dan bahkan sampai  kasus

perkosaan. Hal  inilah yang perlu mendapat perhatian dan tindakan positif dari orang tua dalam  memberikan pendidikan kepada anak anak.

Dalam makalah ini, penulis memaparkan  Strategi Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga yang menjadi objek kajian yaitu keluarga Ajeungan Ape. Mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan pengetahuan dan pencerahan bagi kita semua. Amin.

B.       Pembahasan

1.      Aspek-Aspek Pendidikan Agama dalam Keluarga

Beberapa aspek yang sangat panting untuk diperhatikan orang tua sebagai realisasi dari tanggung jawabnya dalam mendidik anak, adalah: 
a)        Pendidikan ibadah.
b)        Pembinaan mengenai pokok-pokok ajaran Islam dan al-Qur’an.
c)        Pendidikan Akhlaq.
d)       Pendidikan aqidah lslamiyah

Keempat aspek inilah yang menjadi tiang utama dalam pendidikan Islam. Aspek pendidikan tersebut tercakup dalam Surat Lukman ayat 12-19, Pendidikan ibadah, yang dijelaskan dalam Surat Lukman ayat 17:
يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ ﴿١٧﴾
Artinya: “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (QS. Lukman:17).

Pendidikan shalat dalam ayat ini tidak terbatas tentang, kaifiyah untuk menjalankan shalat yang lebih bersifat fiqhiyah, melainkan termasuk menanamkan nilai-nilai di balik shalat. Sabda Nabi Muhammad SAW, yakni: “Perintahkan1ah anak-anakmu untuk menjalankan ibadah shalat ketika mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka ketika telah berusia sepuluh tahun (belum mau menjalankan shalat) “. (HR. Abu Dawud).

Pendidikan dan pengajaran Al-Qur’an serta pokok-pokok ajaran Islam lain telah disebutkan dalam Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib. Artinya “baik-baik dari kamu sekalian adalah orang yang belajar ­Al-Qur’an kemudian mengajarkannya “. (HR. Baihaqi). Mengenai pendidikan nilai dalam Islam sebagaimana disebutkan dalam surat Lugman ayat 16 sebagai berikut :
يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِن تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِّنْ خَرْدَلٍ فَتَكُن فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ ﴿١٦﴾
Artinya “(Luqman berkata): "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui”. (QS. Lukman:16).

Penanaman nilai-nilai baik yang bersifat universal kapanpun dan di manapun dibutuhkan oleh manusia, menanamkan nilai-nilai baik tidak hanya berdasarkan pertimbangan waktu dan tempat. Meskipun kebaikan itu hanya sedikit jika dibandingkan dengan kejahatan, ibarat antara sebiji sawi dengan seluas langit dan bumi, maka yang baik akan nampak baik, dan yang jahat akan nampak sebagai kejahatan.

Sedangkan pendidikan akhlakul karimah menjadi sangat penting untuk dikemukakan dalam pendidikan keluarga, sebagaimana disebutkan dalam Surat Luqman ayat 14, 18 dan 19. Dari ayat tersebut menunjukkan bahwa tekanan utama pendidikan keluarga dalam Islam adalah pendidikan akhlak, dengan jalan melatih anak membiasakan hal-hal yang baik, menghormati kepada kedua orang tua, bertingkah laku yang sopan baik dalam perilaku keseharian mauapun dalam bertutur kata. Pendidikan akhlak tidak hanya dikemukakan secara teoritik, melainkan disertai contoh-contoh konkrit untuk dihayati maknanya.
Aspek berikutnya dalam pendidikan Islam pada keluarga adalah pendidikan aqidah Islamiyah. Aqidah adalah inti dari dasar keimanan seseorang yang harus ditanamkan kepada anak secara dini, hal ini telah disebutkan dalam surat Luqman ayat 13 sebagai berikut :
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ ﴿١٣﴾
Artinya : “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". (QS.Lukman:13).

Dari ayat tersebut Luqman telah diangkat kisahnya oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW dan menjadi dasar pedoman hidup setiap muslim. Ini berarti bahwa pola umum pendidikan keluarga. menurut Islam dikembalikan kepada pola yang dilaksanakan Luqman dan anaknya.

Praktek pendidikan Islam Inilah  yang dapat dipedomani bagi umat Islam, yang menyangkut aspek utama tersebut, yakni pendidikan ibadah, pendidikan nilai dan pengajaran Al-Qur’an, pendidikan akhlakul karimah, serta pendidikan aqidah Islamiyah yang masih terbuka kesempatan bagi kita adalah pola penerapan secara operasional yang disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan kejiwaan dan perkembangan berpikir anak. Anak usia remaja dalam keadaan pertumbuhan emosional yang goncang dan pertumbuhan kecerdasan yang cepat akan sulit digunakan pendekatan otoriter. Penerapan pendekatan otoriter akan menyebabkan kegoncangan yang lebih hebat dalam pertumbuhan emosinya, demikian pula pemikiran kritis yang sudah mulai tumbuh akan menolak.

Pendekatan bebas atau permisive juga tidak mungkin dapat diterapkan, sebab anak dalam keadaan emosi yang labil tidak dapat mengendalikan diri sendiri dengan baik. pendiriannya mudah berubah dan goyah. Hal ini akan sangat berbahaya delam pendidikan aqidah dan nilai-nilai Islam yang bersifat universal dan mutlak. Karena itu yang tersirat dalam ayat 13 tersebut tidak ada peluang untuk diperdebatkan, tanpa harus disertai dengan contoh jika memang, pendidikan itu menyangkut masalah akidahpaling mendasar, tinggal anak mau menerima atau tidak. Betapa pentingnya agama dan akhlak dalam kehidupan manusia. Tidak dapat dipungkiri, kenyatan dimana-mana menunjukkan, bahwa kehancuran suatu bangsa sering kali diakibatkan oleh rusaknya akhlak orang-orang penting di Negara tersebut, terutama para pemimpin yang kurang kuat imannya dalam menghadapi berbagai godaan, terutama harta.

Pertanyaan atau mesalah yang timbul adalah bagaimana cara mendidik/ membentuk akhlakul karimah yang benar-benar dapat dijamin mutunya. Inilah barangkali yang sedang dihadapi oleh bangsa kita (Indonesia) yang 90% penduduknya beragama Islam, kenyataan akhlaknya kurang dapat diandalkan. Untuk menjawab pertanyaan itu dengan sederhana tidak sulit, misalnya pendidikan Agama di Sekolah sangat sedikit, hanya 2 jam pelajaran seminggu, di sekolah dasar dan di tingkat menengah, sedangkan di perguruan tinggi hanya 2 SKS/satu semester saja. Adapun pendidikan akhlak (budi pekerti) tidak ada sama sekali, baik pada sekolah tingkat dasar, menengah maupun perguruan tinggi. Jika demikian halnya di sekolah, tentu kita tidak dapat mengandalkan pendidikan akhlak di Sekolah, masyarakat dengan media massanya, tidak banyak dapat diharapkan, bahkan sebaliknya yang terjadi, dimana hal-hal yang bertentangan dengan akhlakul karimah banyak ditayangkan lewat media massa elektronik.

Tumpuan harapan hanya satu, yaitu “keluarga” mengingat kemampuan keluarga, untuk membimbing dan mendidik anak-anaknya sesuai dengan ketentuan Agama juga kurang, sebab kurangnya pemahaman dan pengalaman Agama dalam kehidupan.. Demikian juga pendidikan akhlak. Untuk menyelamatkan kehidupan bangsa di masa sekarang dan yang akan datang, Pendidikan Agama dan Pendidikan Akhlak harus dilaksanakan secara sungguh-sungguh dalam lingkungan keluarga. Kita perlu memberi bekal kepada semua keluarga agar mampu mengasuh, membimbing dan mendidik anak-anaknya agar menjadi orang Islam yang berakhlak terpuji.

2.      Dasar Pendidikan Agama dalam Keluarga

Dr. H. Samsu Uwes, M.Pd. mengatakan bahwa: Masa depan kualitas kehidupan suatu generasi, terkait dan sangat dipengaruhi oleh suasana kehidupan keluarga masa kini. Mutu moral kehidupan yang telah melembaga dalam suatu rumah tangga akan sangat mempengaruhi moral anak turunannya (karakter anak-anaknya). Bila kualitas moral dan karakter suatu keluarga tinggi, akan tinggi pula peluang keberhasilan anak turunannya, demikian juga sebaliknya. (Mimbar pendidikan, 2004:34).

Keluarga merupakan pendidikan pertama dan yang utama bagi anak. Karena dalam keluargalah anak mengawali perkembangannya. Baik itu perkembangan jasmani maupun perkembangan rohani. Peran keluarga dalam pendidikan bagi anak yang paling utama ialah dalam penanaman sikap dan nilai hidup, pengembangan bakat dan minat, serta pembinaan kepribadian. Adapun yang bertindak sebagai pendidik dalam pendidikan agama dalam keluarga ialah orang tua yaitu ayah dan ibu serta semua orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak itu seperti kakek, nenek, paman, bibi dan kakak. Namun yang paling utama ialah ayah dan ibu.

Orang tua harus memperhatikan perkembangan jasmani, akal, dan rohani anak-anaknya, dengan tujuan agar anak dapat berkembang secara maksimal. Perlu disadari pula bahwa anak dilahirkan dengan membawa bakat, potensi, kemampuan serta sikap dan sifat yang berbeda untuk itu orang tua sebagai pendidik dalam keluarga perlu memahami perkembangan jiwa anak, agar dapat menentukan metode yang sepatutnya diterapkan dalam mendidik dan membimbing anak-anaknya. Orang tua harus bersikap lemah lembut serta tidak boleh memaksakan metode yang tidak sesuai dengan perkembangan jiwa anak.
Setiap anak adalah individu yang tidak dapat diibaratkan sebagai tanah liat yang bisa”dibentuk” sesuka hati oleh orang tua. Namun harus disesuaikan dengan perkembangan jiwa dan potensi anak sebagai tanda kasih sayang dan tanggungjawab moral orang tua yang secara konsisten dilandasi oleh sikap dipercaya dan mempunyai suatu pola relasi hubungan antara kesadaran kewajiban dengan kepatuhan terhadap orang tua atas kesadaran tersebut. (Samiawan, 2002:57).

Pendidikan yang paling utama dalam keluarga ialah yang mencakup pendidikan ruhani anak atau pendidikan agama. Pendidikan agama dimaksudkan untuk meningkatkan potensi spiritual anak agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa pada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia.

Menurut Prof. Ahmad tafsir dalam bukunya ilmu pendidikan dalam persfektif islam (2007: 157), ada dua arah mengenai kegunaan pendidikan agama dalam keluarga. Pertama, penanaman nilai dalam arti pandangan hidup  yang kelak mewarnai perkwembangan jasmani akalnya. Kedua, penanaman sikap yang kelak menjadi basis dalam menghargai guru dan pengetahuan di sekolah.

Memasuki era globalisasi yang ditandai dengan berbagai perubahan tata nilai, maka anak harus disiapkan sedini mungkin dari hal-hal yang dapat merusak mental dan moral anak, yaitu dengan dasar pendidikan agama dalam keluarga. Sehingga anak diharapkan mampu menyaring dan tangguh dalam menghadapi tantangan, hambatan, dan perubahan yang muncul dalam pergaulan masyarakat.

Menurut Al-Ghazali, bahwa anak adalah amanat dari Allah Swt. dan harus dijaga dan dididik untuk mencapai keutamaan dalam hidup dan mendekatkan diri pada Allah Swt.. Semuanya bayi yang dilahirkan ke dunia bagaikan sebuah mutiara yang belum diukur dan belum berbentuk tapi amat bernilai tinggi. Maka kedua orang tuanyalah yang akan mengukir dan membentuknya menjadi mutiara yang berkualitas tinggi dan disenangi semua orang.

Dari uraian diatas jelaslah bahwa tanggung jawab orang tua terhadap anaknya sangatlah besar, terutama dalam pendidikannya. Pendidikan agama dalam keluarga telah disyariatkan oleh Allah Swt. dalam Al-qur’an
Surat At-Tahrim ayat 6.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ ﴿٦﴾
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

Surat Al-Kahfi ayat 46
الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِندَ رَبِّكَ ثَوَاباً وَخَيْرٌ أَمَلاً ﴿٤٦﴾
Artinya: Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.

Al-quran Surat Furqon ayat 74-75
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَاماً ﴿٧٤﴾ أُوْلَئِكَ يُجْزَوْنَ الْغُرْفَةَ بِمَا صَبَرُوا وَيُلَقَّوْنَ فِيهَا تَحِيَّةً وَسَلَاماً ﴿٧٥﴾
Artinya: Dan orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. Mereka itulah orang yang dibalasi dengan martabat yang tinggi (dalam surga) karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya.
Rasululloh Saw bersabda: 
Artinya: Semua anak dilahirkan membawa fitrah(bakat keagamaan), maka terserah kepada kedua orang tuanya untuk menjadikan beragama Yahudi, atau Nasrani, atau Majusi. (HR Muslim).

Artinya: Kewajiban orang tua kepada anaknya ialah memberi nama yang baik, mendidik sopan santun dan mengajari tulis menulis, renang, memanah, memberi makan dengan makanan yang baik serta mengawinkannya apabila ia telah mencapai dewasa. (HR Muslim).

Artinya:Suruhlah anak-anakmu Shalat ketika berusia tujuh tahun, dan pukulah mereka (jika tidak mau) Shalat ketika sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka (HR. Abu Dawud)

Dari beberapa keterangan diatas, baik Al-qur’an maupun hadits mengisyaratkan bahwa pendidikan dalam keluarga itu sangat penting terutama dalam pendidikan agama. Pendidikan yang ditanamkan orang tua pada anak merupakan landasan dasar berpijak anak dalam berpikir dan berkembang secara jasmani, rohani dan mental anak. Dalam pandangan Islam, pendidikan dimulai dalam keluarga jauh sebelum anak lahir, yaitu dengan terlebih dahulu memilih pasangan hidup.

Calon ayah harus memilih calon ibu yang baik, begitupun sebaliknya. Karena ayah dan ibu akan berpengaruh besar terhadap perkembangan anak-anaknya. Ayah dan ibu yang tidak baik, tidak akan mampu mendidik anaknya untuk menjadi baik. Dalam hal ini, Rasululloh Saw memberikan kriteria, yaitu artinya: Wanita dinikahi karena empat kriteria: Karena hartanya banyak, karena turunannya baik, karena rupanya baik, karena agamanya baik. Beruntunglah kamu yang memilih wanita karena agamanya, dengan demikian kamu akan berbahagia (HR. Bukhori Muslim).

Kriteria penting menurut hadits di atas ialah beragama. Harta dan kecantikan satu saat akan hilang, begitu pula dengan keturunan baik tidak akan menjamin kebahagiaan. Bahkan dengan harta, kecantikan, dan turunan baik mungkin akan membuat seseorang tinggi hati dan sombong. Dan yang menjamin kebahagiaan seseorang ialah apabila orang itu beragama, dan berpegang teguh pada ajaran agamanya. Itulah yang akan menyelamatkannya di dunia dan akhirat.

Pendidikan anak sebelum anak lahir sebenarnya dilakukan bukan terhadap anak itu, melainkan terhadap ayah dan ibunya yang secara tidak langsung akan mempengaruhi perkembangan anak, terutama saat proses kehamilan. Kedua belah pihak yaitu ayah dan ibu diharapkan hidup tenang, banyak berdoa dan beribadah pada Allah Swt. agar diberi anak yang cerdas, luhur budi pekertinya dan rupawan. Setelah anak lahir, barulah pendidikan itu dilakukan secara langsung pada anak tersebut.

Ada beberapa upaya dalam pandangan Islam yang semestinya dilakukan orang tua dalam pendidikan anak diantaranya sebagai berikut:

a)      Melakukan azan dan iqamah, azan di telinga kanan dan iqamah di telinga kiri. Hal ini menurut Ibn al-doyyin al-Jaujiyah dimaksudkan agar getaran-getaran pertama yang didengar oleh manusia adalah kalimat panggilan agung yang mengandung kebesaran Allah Swt. dan kesaksian pertama masuk Islam.
b)      Mencukur rambut pada saat bayi berusia 7 hari, dan melakukan Aqiqah, sebagai sunnah Rasululloh Saw.
c)      Memberi nama yang baik, Orang tua hendaknya memberikan nama yang baik bagi anak-anaknya. Nama dapat mempengaruhi pergaulan anak. Nama yang baik akan menumbuhkan rasa percaya diri pada anak, dan sebaliknya nama yang buruk akan menjadikan anak minder, karena namanya menjadi bahan olok-olokan oleh temannya.
d)     Melakukan khitan, adapun kegunaan khitan dalam pendidikan anak antara lain:
(1)          Anak dilatih mengikuti ajaran Nabi
(2)          Khitan membedakan pemeluk Islam dari pemeluk agama lain.
(3)     Khitan merupakan pengakuan penghambaan manusia terhadap Tuhan.
(4)     Khitan membersihkan badan, berguna bagi kesehatan, memperkuat syahwat.

e)      Menyusui bayi
Menyusui bayi mempunyai   dampak    positif       terhadap perkembangan anak, baik fisik maupun mental. Dari segi perkembangan fisik, susu ibu lebih baik daripada susu buatan atau hewan. Pada saat ibu menyusui anaknya, sebenarnya ia sedang mencurahkan kasih sayangnya kepada anak dan akan dirasakan sebagai suatu kehangatan kasih ibu yang melindungi.

Pendidikan agama yang ditanamkan orang tua   sejak dini   pada
anak berperan penting dalam kehidupan anak. Karena nilai-nilai agama yang terinternalisasi sejak kecil akan menjadi benteng moral yang kokoh, dan mampu mengontrol tingkah laku dan jalan kehidupan anak, serta menjadi obat bagi jiwa anak.

Zakiah Daradjat (1982: 57) mengemukakan bahwa agama yang ditanamkan sejak kecil kepada anak-anak akan menjadi bagian dari unsur-unsur kepribadiannya, yang dapat menjadi pengendali dalam menghadapi keinginan dan dorongan yang timbul. Keyakinan terhadap agama akan mengatur sikap dan tingkah laku seseorang secara otomatis dari dalam.

3.      Pola Pendidikan Keluarga

Pola atau dapat disebut juga sebagai metode merupakan suatu cara yang dilakukan oleh pendidik dalam menyampaikan nilai-nilai atau materi pendidikan pada peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan itu sendiri sebagai salah satu komponen penting dalam proses pendidikan, pola atau metode dituntut untuk selalu dinamis sesuai dengan dinamika dan perkembangan peradaban manusia.

Pola atau metode pendidikan agama dalam  Islam pada dasarnya mencontoh pada perilaku Nabi Muhammad Saw dalam membina keluarga dan sahabatnya. Karena segala apa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad merupakan manifestasi dari kandungan al-Qur’an. Adapun dalam pelaksanaannya, Nabi memberikan kesempatan pada para pengikutnya untuk mengembangkan cara sendiri selama cara tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip pelaksanaan pendidikan yang dilakukan oleh Nabi.

Abdulrahman Al-Nahlawi dalam bukunya Ushulu al-Tarbiyah al-Islamiyah wa Ashalibiha (1983) mencoba mengembangkan metode pendidikan Qurani. (Syahidin, 2005:59) yang disebut metode pendidikan Qurani ialah salah satu metode pendidikan yang berdasarkan kandungan al-Qur’an dan as-Sunnah. Dalam hal ini, segala bentuk upaya pendidikan didasarkan kepada nilai-nilai yang terdapat dalam al-Quran dan as-Sunnah. Firman Allah Swt dalam Surat Al-Baqarah:185
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيَ أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَن كَانَ مَرِيضاً أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُواْ الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُواْ اللّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ ﴿١٨٥﴾
Artinya: (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (QS. Al-Baqarah:185).

Ayat diatas mengisyaratkan bahwa al-Qur’an selain berfungsi sebagai sumber nilai yang harus dikembangkan dalam dunia pendidikan, juga dapat dijadikan sebagai sumber dalam melakukan tindakan pendidikan (Syahidin, 2005:63).

Tujuan pendidikan Qurani diarahkan kepada suatu hasil yang bersifat fisik, mental, dan spiritual. Ketiga hal tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh yang akan membentuk kepribadian peserta didik. Tujuan yang bersifat fisik yaitu tingkah laku yang tampak secara nyata, berupa tindakan-tindakan pengalaman ibadah ritual. Sedangkan tujuan yang bersifat mental berkaitan dengan tanggungjawab pengembangan intelegensi yang mengantarkan peserta didik kepada kebenaran tertinggi melalui penyajian fakta-fakta yang relevan dan memadai, dimana fakta-fakta itu dapat memberikan kesaksian dan eksistensi Allah Swt. Disamping itu bertujuan untuk mendorong dan mengantarkan peserta didik kepada berfikir logis dan kritis.

Sementara tujuan spiritual berkaitan dengan kualitas-kualitas ruhaniah manusia yang mengarah pada perwujudan kualitas kepribadian yang bersifat ruhaniah dan penampakan pengaruhnya pada perilaku yang nyata dalam tingkah laku, akhlak dan moralitas yang mencerminkan kualitas pendidikan. Dalam pelaksanaan pendidikan agama dalam keluarga dapat menggunakan pola atau metode pendidikan Qurani. Adapun pola-pola pendidikan Qurani yang dapat dilakukan dalam pendidikan agama dalam keluarga diantaranya sebagai berikut:

a)      Metode keteladanan yaitu suatu pola atau metode pendidikan dengan cara memberikan contoh yang baik kepada anak didik, baik dalam ucapan maupun perbuatan. Keteladanan merupakan salah satu metode pendidikan yang diterapkan Rasululloh dan dianggap paling banyak pengaruhnya terhadap keberhasilan menyampaikan misi da’wahnya. Sebagai umat Islam, sudah seharusnya kita mencontoh perilaku Nabi Muhammad Saw, karena dalam dirinya telah ada keteladanan yang mencerminkan dalam Al-qur’an Surat Al-Ahzab:21:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيراً ﴿٢١﴾
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. Al-Ahzab:21).

Secara paedagogis, manusia telah diberi fitrah oleh Allah SWT untuk mencari Suri teladan yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam hidupnya, dan yang dapat menjelaskan pada mereka bagaimana seharusnya menjalankan syari’at Allah SWT.

b)      Metode Qishah Qur’ani yaitu cerita yang ada dalam Al-quran tentang umat-umat terdahulu, baik informasi tentang kenabian maupun peristiwa-peristiwa yang terjadi pada umat terdahulu. Cerita-cerita yang ada dalam Al-qur’an bukan cerita dongeng. Namun cerita-cerita dalam Al-qur’an merupakan peristiwa-peristiwa yang benar-benar terjadi dan dapat diambil hikmahnya. Sebagaimana dalam Firman Allah Swt pada QS. Surat Yusuf:111:
Artinya: Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.

Dengan Qishash Qurani ini diharapkan pada diri anak tertanamnya kesadaran dalam menjalankan syariat agama, keikhlasan dan ketawakalan dalam beribadah ataupun dalam menghadapi segala cobaan yang dihadapinya, serta menumbuhkan rasa cinta pada kebaikan dan rasa benci kepada kezaliman dan kemungkaran.

c)      Metode Targhib-tarhib
Kata Targhib berasal dari kata kerja “raghaba” yang berarti menyenangi, menyukai, dan mencintai, kemudian kata itu diubah menjadi kata benda yaitu “targhib” yang bermakna suatu harapan untuk memperoleh kesenangan, kecintaan, kebaghagiaan. Sedangkan Tarhib berasal dari kata “Rahhaba” yang berarti menakut-nakuti atau mengancam kemudian kata itu diubah menjadi kata benda yaitu “Tarhib” yang berarti ancaman, hukuman.

Abdurrahman Al-Nahlawi mendefinisikan bahwa yang dimaksud dengan Targhib adalah  janji yang disertai dengan bujukan dan membuat senang terhadap sesuatu yang maslahat terhadap kenikmatan atau kesenangan akhirat yang baik dan pasti, serta bersih dari segala kotoran yang kemudian diteruskan dengan melakukan amal shaleh dan menjauhi kenikmatan selintas yang mengandung bahaya dan perbuatan buruk. Sementara Tarhib ialah suatu ancaman atau siksaan sebagai akibat melakukan dosa atau kesalahan yang dilarang Allah, atau akibat lengah dalam menjalankan kewajiban dari Allah. (Syahidin, 2005: 170-171).

Metode Targhib-Tarhib sangat cocok untuk mempengaruhi jiwa anak didik     karena     kecintaan    akan keindahan, kenikmatan, dan kesenangan hidup, serta rasa takut akan kepedihan, dan kesengsaraan.

C.      Kesimpulan

Pendidikan Agama dalam Keluarga sangat penting. Beberapa aspek yang sangat panting untuk diperhatikan orang tua sebagai realisasi dari tanggung jawabnya dalam mendidik anak adalah pendidikan ibadah, pembinaan mengenai pokok-pokok ajaran islam dan al-qur’an, pendidikan akhlaq dan pendidikan aqidah lslamiyah.

Sesungguhnya yang mengarahkan perilaku (akhlak) seseorang adalah kepribadiannya. Kepribadian itu terbentuk melalui seluruh pengalaman yang diperolehnya, termasuk pengalaman janin dalam kandungan. Apabila pengalaman yang diperoleh itu banyak yang positif, maka unsur positiflah yang lebih berpengaruh dalam kepribadian orang tersebut, karena setiap orang mempunyai kebutuhan,seperti Kebutuhan akan kasih sayang. Kebutuhan akan rasa aman. Kebutuhan akan harga diri. Kebutuhan akan rasa bebas. Kebutuhan akan rasa sukses. Kebutuhan akan rasa ingin tahu.



DAFTAR PUSTAKA


Al-Maraghy, Ahmad Mustafa. Tafsir Al-Maraghy, Juzu’ 21, Mesir, tt.
Al-Hamdani, HSA.1980. Risalah Nikah, Raja Murah, Pekalongan,1980.
Arifin, Moh. 1977. Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama Dilingkungan Sekolah Dan Keluarga, Jakarta: Bulan Bintang.
Ahyadi, Abdul Azis. 1995. Psikologi Agama Kepribadian, Sinar Baru Algesindo.
A. Nasir, Sahilan. 1999. Peranan Pendidikan Agama terhadap Kenekalan Remaja, Jakarta : Kalam Mulia.
Arifin, H.M.,1994. Ilmu Pendidikan Islam; suatu Tinjau Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisiplin, Jakarta : Bumi Aksara.
As-Shan`any, Ismail Imam. Subulussalam,  Syarah  Bulughul  Maram,Juzu III, Dahlan, .Eiah ung, 1182 H.
Daradjat, Zakiah dkk., 1996. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara.
Departen Agama RIAl-Quran dan Terjemahnya, Surabaya . Surya Cipta. Aksara, 1993
Hafiz, Imam. Al- Jamius Shaghir, Juzu II, Mesir, tt.
Idris, Ahmad. 1969. Fiqh Syafi`i, Jilid  II, Wijaya, Jakarta.
Imam Jalil Hafiz Ismail Ibnu Katsir, Tafsir  Ibnu Katsir, Ju­zu` IV, Al-Azhar, tt,
Jalaluddin. 2002. Psikologi Agama, Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Muslim, Imam.1924. Shahih Muslim Dengan Syarah Imam Nawawi, Juzu` 9 Mesir.
Ramayulis, 2002. llmu Pendidikan Islam, Kalam Mulia.
Sulaiman, Fattiyah Hasan.1986. Alam Pikiran al-Ghazali Mengenai Pendidikan dan Ilmu. Bandung : Diponegoro.
Tafsir, Ahmad. 2000. Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.



0 komentar:

Posting Komentar